JABAR EKSPRES- Data yang dirilis oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) pada Kamis menunjukkan bahwa Eropa mencatat jumlah kasus demam berdarah yang hampir sama pada tahun 2022 dengan jumlah kasus selama 11 tahun sebelumnya.
Terdapat 71 kasus demam berdarah yang umumnya menunjukkan gejala demam, nyeri otot, dan beberapa gejala lain yang lebih parah, terutama di Prancis. Jumlah ini hampir sebanding dengan jumlah kasus demam berdarah selama periode 2010-2021 yang mencapai 74 kasus.
ECDC memperingatkan tentang peningkatan risiko sejumlah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk di Eropa dalam konferensi pers. Penyakit-penyakit tersebut meliputi demam berdarah, virus Zika, penyakit chikungunya, dan virus Nil Biru. Perubahan iklim dan penyebaran nyamuk pembawa virus menjadi faktor yang terkait dengan peningkatan ini.
Andrea Ammon, direktur ECDC, menyatakan bahwa jika tren ini terus berlanjut, kemungkinan akan terjadi peningkatan kasus dan kematian akibat penyakit seperti demam berdarah, chikungunya, dan demam Nil Biru. Ia menekankan perlunya fokus pada upaya pengendalian populasi nyamuk, peningkatan pengawasan, dan penerapan tindakan perlindungan pribadi.
ECDC juga menyebutkan bahwa spesies nyamuk Aedes albopictus, yang menyebarkan penyakit chikungunya dan demam berdarah, telah bergerak lebih jauh ke utara dan barat di Eropa. Sementara itu, Aedes aegypti, yang menyebarkan penyakit seperti demam berdarah, demam kuning, dan chikungunya, berhasil berkembang biak di Siprus tahun lalu dan dapat menyebar lebih jauh.
Meskipun beberapa penyakit yang ditularkan oleh nyamuk di Eropa tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, bahkan ada yang mengalami penurunan, seperti malaria dan zika, namun kasus demam berdarah menunjukkan peningkatan yang mencolok, seperti yang diungkapkan oleh Ammon.
Ammon juga menyebutkan bahwa kasus ini meningkat secara global, termasuk penemuan kasus di ibu kota Sudan untuk pertama kalinya pada tahun 2023. Baru-baru ini, Peru juga mengumumkan keadaan darurat di sebagian besar wilayah mereka akibat lonjakan kasus ini.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu (21/6) mengingatkan tentang potensi peningkatan infeksi lebih lanjut yang disebabkan oleh peristiwa cuaca El Nino yang berdampak pada pola cuaca di seluruh dunia.