JABAR EKSPRES – Rusia memberikan tanggapan terhadap komentar Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang memberikan pernyataan Presiden China Xi Jinping sebagai seorang diktator. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan bahwa ucapan Biden mencerminkan kebijakan luar negeri Washington yang “tidak dapat diprediksi.”
“Dalam hal ini, ini menunjukkan elemen signifikan dari ketidakpastian dalam kebijakan luar negeri AS,” kata Peskov seperti yang dikutip dari AFP pada Rabu (21/6).
Biden sebelumnya menyatakan bahwa Xi merasa marah atas insiden balon udara yang diduga sebagai alat mata-mata yang terlihat di langit AS pada bulan Februari lalu. Menurut Biden, keputusan Washington untuk menembak jatuh balon tersebut membuat Xi merasa sangat kesal.
“Dalam hal mengapa Xi Jinping sangat kesal ketika saya menembak jatuh balon itu dengan dua mobil berisi peralatan mata-mata, alasan utamanya adalah karena dia tidak mengetahui bahwa balon itu ada di sana,” kata Biden dalam acara penggalangan dana Partai Demokrat, di hadapan para wartawan.
Baca Juga: Kapal Selam Wisata Hilang saat Menjelajahi Bangkai Titanic, 5 Orang Terjebak
“Saya serius. Bagi para diktator, itu sangat memalukan ketika mereka tidak mengetahui apa yang terjadi. Itu seharusnya tidak terjadi dan dia tidak mengetahuinya,” tambah Biden.
Menurut Biden, Xi sendiri membantah adanya balon tersebut karena merasa sangat malu.
“Ketika pesawat itu ditembak jatuh, dia (Xi Jinping) merasa sangat malu dan membantah keberadaannya,” ungkap Biden.
Tanggapan keras juga datang dari China terhadap komentar Biden. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Beijing, Mao Ning, menyatakan bahwa ucapan Biden “sangat tidak masuk akal” dan “tidak bertanggung jawab.”
Mao mengatakan bahwa komentar Biden serius melanggar fakta, protokol diplomatik, dan martabat politik China.
“Ini adalah provokasi politik terbuka,” tegas Mao seperti yang dilaporkan oleh Reuters pada Rabu (21/6).
Pernyataan Biden ini muncul setelah Menteri Luar Negeri Antony Blinken melakukan kunjungan ke China dengan tujuan meredakan ketegangan antara kedua negara.
Dalam pertemuan pada Senin (19/6) lalu, Blinken dan Xi sepakat untuk menstabilkan persaingan sengit antara Washington dan Beijing, agar tidak menimbulkan konflik yang lebih besar.