“Dan Ir H DJuanda juga pakai Stasiun Cicalengka, pulang pergi dari Cicalengka ke Bandung selama 2 tahun. Jadi nilai-nilai sejarah sarat banget, jadi kalau misalnya betul ada rencana dirobohkan sangat di sayangkan,” tuturnya.
Terkait banyaknya masyarakat yang mungkin akan kehilangan salah satu heritage di Cicalengka menurut Atep hal tersebut sudah pasti sangat kehilangan.
“Sangat kehilangan disini artinya akan hilangnya acuan atau referensi yang menjadi peristiwa-peristiwa yang bukan haya bersejarah bagi orang perorang atau person to person tapi juga secara Nasional bisa jadi hilang, hilang acuan,” terangnya
Atep menuturkan misal dalam Buku Taman Pamekar buku bacaan Bahasa Sunda untuk anak-anak SD sekitar tahun 50 an disitu ada satu ilustrasi yang menggambarkan bagian dalam Stasiun Cicalengka, ada jam dinding yang besar, ada orang-orang yang menunggu kereta api.
“Nah itu mirip sekali dengan kondisinya di sana, kalau dibandingkan dengan sekarang masih bisa dilihat persamaannya. Nah, di satu potret ada potret rombongan asisten residence namanya, DJ Ter Poorten dia berekreasi ke sekitaran Cicalengka diantaranya ke Nagreg, kemudian sepulang atau sebelum pergi dia berpotret di ruang tunggu Stasiun Cicalengka itu juga kalau kita bandingkan sekarang masih sama kondisinya,” tuturnya
Pihaknya pun kata Atep meminta semua sejarawan untuk menyampaikan dan melakukan audiensi untuk mengubah kebijakan perombakan ini terlebih stasiun Cicalengka ini kental akan sejarah.
“Saya sudah sampaikan waktu hari Sabtu itu dalam kerangka mengumpulkan data sebagai audiensi hari ini, jadi apa yang saya sampaikan tadi itu juga diberikan pada mereka yang akan beraudiensi dengan BTP, jadi itu sebagai bahan betapa sarat sejarah nya Stasiun Cicalengka itu,” pungkasnya.