JABAR EKSPRES – Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bandung Barat, Sonya Fatmala melakukan langkah pencegahan perundungan terhadap anak di wilayah Bandung Barat.
Baru-baru ini Ketua P2TP2A Kabupaten Bandung Barat, Sonya Fatmala pun tengah menyusun strategi guna mencegah aksi perundungan atau bullying anak.
Langkah tersebut Ketua P2TP2A Kabupaten Bandung Barat, Sonya Fatmala lakukan karena merespon maraknya kasus tindak perundungan anak di berbagai daerah termasuk di Bandung Barat.
BACA JUGA: Meningkatkan Minat Membaca Masyarakat, Sonya Fatmala: Literasi sebagai Ujung Tombak Bangsa
Sehingga, hal tersbeut dinilai perlu penanganan secara serius berupa panduan pencegahan bagi semua pihak, agar angka kasus ini bisa ditekan.
Sonya Fatmala mengatakan, untuk mengatasi bullying atau perundungan diperlukan kerja sama.
Karena itu, lanjutnyam, pihaknya bakal menggandeng sejumlah pihak, diantaranya praktisi, akademisi, hingha psikolog anak dari Universitas Bandung (Unisba).
“Kita akan diskusi dengan berbagai pihak untuk menyusun strategi pencegahan aksi bullying.
Termasuk psikolog anak, bagaimana langkah-langkah efektif untuk mencegah tindak ini,” kata Sonya Fatmala pada Minggu, 11 Juni 2023.
Menurutnya, pencegahan aksi bullying atau perundungan tidak hanya sekedar melalui sosialisasi.
Namun, katanya, hal tersebut perlu pendekatan khusus agar anak-anak bukan saja mengerti tapi juga menghentikan tatkala melihat perundungan terjadi di depan matanya.
“Rasanya gak bisa kalau kita cuma kasih sosialisasi terhadap anak-anak. Kalau untuk orang tua terkait pola asuh agar mencegah bullying mungkin bisa.
Tapi untuk anak SD saya kita perlu pendekatan khusus, serta berbagai pihak ikut terlibat. Makanya kita gandeng para ahli untuk merumuskan strategi,” lanjutnya.
Sonya Fatmala melihat fenomena perundungan terjadi oleh berbagai faktor.
Di antaranya yakni mulai dari pola asuh hingga pengawasan pergaulan dan penggunaan teknologi digital oleh anak. Dari aktivitas itu anak-anak punya kecenderungan meniru.
“Bisa saja ada pola asuh salah atau melihat tontonan dari media digital sehingga anak-anak meniru tindak itu.
Maka kita harus mengkoreksi pola asuh dan memperketat pemantauan anak dari gadget,” katanya.