JABAR EKSPRES – Menggunjungi masjid yang satu ini, kita akan dikagetkan dengan bentuk desainnya yang super unik. Wisata Religi di Bandung kali ini kita akan menuju ke Masjid Al Imtizaj di kawasan Jalan Braga Bandung.
Keunikan dari masjid ini adalah desainnya yang menggambarkan akulturasi budaya yang cukup kental, yakni budaya Tiong Hoa dan budaya Islam. Membuat wisata religi keliling Bandung kali ini menjadi sangat menarik.
Terlihat dari bentuk gerbangnya yang bernuansa oriental, bahkan kita akan berpikir ulang untuk masuk karena takut salah masuk bukan ke masjid melainkan ke klenteng.
Wisata religi yang satu ini akan memberikan banyak warna indah arti sebuah toleransi.
Hal ini tercermin jelas dari konsep masjid ini, yang merupakan perpaduan antara buadaya tionghoa dengan islam yang sama-sama kuat.
Budaya Tiong Hoa terlihat dari desain gerbang masuknya yang menyerupai lokasi berdoa warga Tiong Hoa berupa klenteng.
Warna dari gerbang ini juga langsung menarik perhatian, karena warnanya juga disesuaikan dengan warha khas klenteng yakni merah dan emas. dan ada beberapa lampion menjadi penghiasnya.
Namun bila masuk, kamu akan langsung menemukan sebuah kubah masjid yang menunjukkan bahwa bangunan tersebut adalah sebuah masjid untuk ibadah umat muslim.
Keunikan lainnya adalah tempat wudhunya yang menggunakan sebuah cawan berwarna emas dimana menurut orang Tiong Hoa menjadi sumber dari kemakmuran.
Masjid dengan kapasitas mencapai 200 orang ini di arsitekturi oleh Danny Swardhani yang mengusung gaya arsitektur tiongkok.
Sejarah
Dilansir dari wikipedia, diketahui Masjid Al Imtizaj diresmikan untuk umum pada tanggal 06 Agustus 2010 atas keinginan mantan Gubernur Jawa Barat, Raden Nana Nuriana.
Hal ini didasari keinginan menambah seni masjid dengan budaya tiongkok dan meningkatkan khazanah pembauran etnis Tionghoa Islam dengan umat Islam lainnya.
Pembangunan masjid ini sendiri dikomandani oleh Danny Swardhani, yang dikenal sebagai arsitek yang banyak membangun masjid, termasuk Masjid Atta’awun Puncak, Bogor.
Masjid Al Imtizaj mempunyai arti Pembauran atau dalam bahasa Tionghoa yaitu Ronghe.
Hal ini sejalan dengan keadaan bahwa saat itu, mulai terbentuk beberapa komunitas muslim Tionghoa di Bandung, antara lain Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Keluarga Persaudaraan Islam (KPI), dan Yayasan Ukhuwah Mualaf Indonesia (YUMI). Mereka kemudian melebur dalam organisasi Ikatan Persaudaraan Tionghoa Islam (IPTI).[2]