JABAR EKSPRES – Tahun politik semakin dekat, setiap partai mulai berancang-ancang menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Belum lama ini, warganet hingga pengamat politik diramaikan dengan artikel yang ditulis oleh Pangdam III/Siliwangi, Mayjend Kunto Arief Wibowo, berjudul Etika Menuju 2024.
Artikel tersebut dinilai mewakili suara kepedulian di lingkungan TNI (Tentara Nasional Indonesia) menjelang kontestasi politik 2024.
Pada artikel itu, Jenderal Kunto menyoroti kecenderungan absennya etika politik menjelang Pemilu 2024. Dia juga menyoroti kemungkinan terjadinya pelanggaran etika politik dalam Pemilu 2024.
BACA JUGA: Polisi Berhasil Tangkap ICL, Terduga Pelaku yang Bawa Kabur Uang Study Tour SMAN 21 Bandung
Menanggapi hal tersebut, Tim Kajian Strategis dan Pengembangan FKPPI Jabar, M Husni Tamrin menyatakan sikap atas statemen terkait opini dari Pangdam III/Siliwangi, Mayjend Kunto Arief Wibowo mengenai Etika Menuju 2024.
“FKPPI sebagai bagian dari anak bangsa yang senantiasa menjaga marwah perjuangan TNI-Polri,” kata Husni, Rabu (24/5).
Dia menyampaikan, selain menjaga marwah perjuangan TNI-Polri, FKPPI juga senantiasa memegang teguh nilai-nilai persatuan bangsa.
“Mengenai etika menuju 2024. Pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil yang menyatakan bahwa penyataan Mayjen Kunto Arief Wibowo dianggap melanggar Undang-Undang TNI Pasal 39 Ayat (2),” ucap Husni.
“Dimana TNI dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis adalah berlebihan,” lanjutnya.
Husni menilai, setiap Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), ketika dilantik mereka bersumpah setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, bukan kesetiaan kepada siapapun termasuk pada pemerintah, sebagai penyelenggara negara sekalipun.
“Yang dilakukan oleh bapak Mayjen Kunto Arief Wibowo adalah upaya mengajak masyarakat untuk menegakkan etika politik menjelang Pemilu 2024,” ujarnya.
Maka dari itu, Husni menjelaskan, etika yang dimaksud adalah etika demokrasi yang mengutamakan kepentingan publik dan persatuan bangsa.
“Oleh karenanya, pernyataan Pangdam III/Siliwangi tidak bisa dikategorikan sebagai insubordinasi militer terhadap penyelenggara negara yang notabene politisi sipil,” jelasnya.
Husni memaparkan, dalam berpolitik tidak seharusnya asal mengutarakan pernyataan alias tak bisa sembarangan berstetmen.
“Sebab harus dipertanggung jawabkan. Artinya, Komunikasi politik yang tidak didasari dengan rasa tanggungjawab yang baik, sangat rentan membawa perpecahan,” paparnya.