JABAR EKSPRES – Berikut ini adalah sederet kontroversi band Coldplay dalam perjalanan karir mereka, dari pandngan politik anti liberal hingga tuduhan plagiat lagu “Viva La Vida”
15 November 2023 mendatang Coldplay akan konser di Indonesia untuk pertama kalinya dalam sejarah. Hal ini membuat para fans di Indonesia sangat senang untuk menantikannya.
Dikabarkan war tiket Coldplay ini akan dibuka pada 17-19 Mei 2023.
Namun belum juga datang, banyak fenomena yang terjadi saat ini dalam menyambut kedatangan band Coldplay ke Indonesia.
Dari mulai surat terbuka untuk gen Z dari fans generasi old school agar tidak ikut war tiket, hingga penolakan oleh PA 212 karena dianggap mendukung LGBT dan Ateisme.
Namun band keren asal Inggris yang udah sukses banget dan dapet banyak penghargaan di dunia musik. Kayaknya gak lengkap kalo selebriti gak pernah ada kontroversi. Dan hal yang sama juga terjadi sama Coldplay.
Baca Juga: Konser Coldplay Ditolak PA 212 Dianggap Dukung LGBT, Netizen: Mereka Juga Dukung Kebebasan Palestina Ko!
Berikut ada 5 kontroversi yang mereka alamin dalam perjalanan karir mereka.
1. Dikritik Oleh Fans Lama
Band Coldplay udah terkenal banget dengan lagu-lagu yang super emosional dan lirik yang bikin terinspirasi.
Tapi sejak album “Mylo Xyloto” tahun 2011 dirilis, beberapa fans lama mereka pada ngomel-ngomel.
Mereka bilang kalo band ini berubah arah musiknya jadi lebih komersial dan meninggalkan akar musik mereka.
2. Dtuduh Plagiat
Jika kamu ingat pada tahun 2008 Coldplay pernah kena masalah soal plagiat. Mereka dituduh nyontek lagu “If I Could Fly” milik Joe Satriani buat bikin lagu hit mereka, “Viva La Vida”.
Satriani bahkan sampe ngajukan tuntutan hukum dan bilang kalo Coldplay nyolong melodi utama dari lagunya.
Awalnya Coldplay ngeyel dan bilang gak ada unsur plagiarisme, tapi akhirnya mereka dan Joe Satriani ngomong dan nemuin kesepakatan di luar pengadilan.
3. Kontroversi Bersama Amnesty International
Tahun 2011 juga ada masalah sama konser yang mereka adain di India yang disponsori perusahaan tambang besar.
Kelompok aktivis, termasuk Amnesty International, protes karena perusahaan tambang ini terlibat pelanggaran hak asasi manusia dan merusak lingkungan.