JABAREKSPRES – Setelah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna sepertinya irit bicara terkait kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Yana Mulyana oleh KPK.
Untuk diketahui, Ema Sumarna diperiksa sebagai saksi bersama lima pejabat di lingkungan Pemeritahan Kota Bandung.
Ema sumarna sendiri diperiksa selama 5 jam oleh petugas KPK yang dilaksanakan di Balai Pengembangan Kompetensi PUPR Wilayah IV Bandung, Jalan Jawa, Kota Bandung, pada Rabu (10/5).
Ema Sumarna yang saat ini menjabat sebagai Plh Wali Kota Bandung diperiksa untuk dimintai keterangannya terkait proyek Smart City.
Sekda Kota Bandung tersebut baru menjalani pemeriksaan pada pukul 14.30 WIB. Setelah selesai pemeriksaan Ema keluar bersama Kadisminfo Kota Bandung Yayan Ahmad Briliayana.
Ketika diminta keterangan tekait pemeriksaan yang dilakuakn oleh KPK, Ema engga untuk membeberkan hasil pemeriksaannya itu.
Ema beralasan bahwa isi pertanyaan yang disampaikan KPK buka bagian dari substansinya.
‘’Saya di sini sebagai warga negara, di mana saya sebagai Sekda, itu aja yang diminta keterangan dari peristiwa yang kemarin,” ujarnya.
Ema juga belum bisa memastikan apakah akan dimintai keterangan oleh KPK lagi.
“Tidak tahu, mudah-mudahan jangan ada apa-apa,” ujar Ema Singkat.
Untuk diketahui pemeriksaan Ema Sumarna merupakan kelanjutan dari kasus suap yang melibatkan beberapa pejabat di Pemkot Bandung, Termasuk Wali Kota Bandung non aktif Yana Mulyana.
Yana Mulyana tertajaring OTT oleh KPK setelah dikabarkan menerima suap atas proyek pengadaan CCTV dan Layanan Internet untuk program Smart City.
Pada saat OTT ditemukan barang bukti berbagai macam pecahan uang dengan nominal Rp924 juta.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ketika melakukan Pers konpers diketahui, proyek pengadaan CCTV dan ISP dilakukan dengan sistem E-Katalog.
Namun sistem E-Katalog ini hanya formalitas saja dan pada kenyataannya bisa di manipulasi oleh oknum pemerintahan.
Menurutnya, pengadaan barang pada program Smart City memang sudah melalui lelang pada e-katalog.
Meski demikian, KPK menilai bahwa sistem ini bisa dimanipulasi oleh pemerintah daerah.
Pihak penyedia membuat spesifikasi hanya memiliki perusahaan tertentu. Sehingga tidak dapat diikuti oleh perusahaan lain.