“Kami akan berusaha semaksimal mungkin mempertahankan hak-hak yang benar dan kami juga berharap seluruh warga Bandung khususnya memberikan dukungan moril terhadap perkara ini. Jadi kami akan tunjukan bahwa undang-undang itu lebih tinggi daripada keputusan Pengadilan negeri karena putusan Pengadilan negeri itu sifatnya administratif,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Provinsi Jawa Barat (PGRI Jabar) Dede Amar mengaku bahwa pihaknya akan terus membantu terkait perkara kepemilikan rumah Nenek Sa’adah.
Bahkan Dede juga mengatakan, PGRI Jabar akan segera melayangkan surat kepada kepada Kepala Pengadilan Negeri (KA PN) Bandung untuk mempertimbangkan hasil putusannya terhadap eksekusi lahan milik Nenek Sa’adah.
“Yang jelas ini perlu diperjuangkan, perlu dipertahankan. Jadi menyedihkan kalau mendengar cerita sangat ironis sekali. Jadi pertama saya ingin dorong moral kepada pihak keluarga pemilik rumah, dan selanjutnya kami akan berkoordinasi dengan LBH (lembaga hukum) kami (PGRI Jabar) dan bekerjasama dengan LBH yang sekarang sedang menangani,” ujarnya.
“Jadi dulu ini (Nenek Sa’adah) itu suaminya seorang guru pensiun, sudah 52 tahun hidup disini (rumah yang digugat) kok tiba-tiba sekarang harus terusir. Ini sangat menyakitkan,” imbuhnya.
Sementara, Ketua PGRI Kota Bandung Cucu Saputra menambahkan bahwa pihaknya akan mendorong PN Bandung untuk dapat melakukan pengawasan terhadap eksekusi lahan tersebut di luar proses hukum.
“Ini demi kemanusiaan dan keadilan terhadap pemilik rumah. Sebab jika melihat ini proses hukumnya ini salah lokasi dan kami guru-guru se- Kota Bandung akan mendukung dibelakangnya bu Sa’adah karena kasus ini bisa saja terjadi kepada teman-teman atau saudara-saudara guru kita yang lain,” pungkasnya. (san)