Jabarekspres.com,BOGOR- Bertepatan di Hari Pers Nasional (HPN) Pewarta Foto Indonesia (PFI) Bogor berbagi pengalaman mengenai fotografi Jurnalistik.
Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Bogor, Hendi Novian berbagi pengalamannya di Radio Teman FM, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kamis (9/2).
Hendi Novian bercerita banyaknya duka serta peristiwa yang tak bisa ditinggalkan begitu saja selama menjalani profesi sebagai foto jurnalistik.
Menurut Wartawan Foto Radar Bogor ini, perkembangan digitalisasi membuka rongga yang sangat luas bagi fotografer, namun terkadang kaidah fotografi kian terabaikan.
“Di era ini ruang display karya foto itu sangat luas, namun seringkali karya foto yang berseliweran di lini masa itu mengaburkan kaidah fotografi, khususnya foto jurnalistik, ” katanya.
Pria yang kerap disapa kozer ini menegaskan foto jurnalistik akan terus hidup. Selain itu,pewarta foto tak sekedar menjadi pemotret namun lebih jauh tentu menjadi saksi sejarah perubahan.
“Sadar atau tidak kami ini secara langsung menjadi saksi sejarah perubahan setiap jengkal perubahan yang ada di sekeliling kami, karena kami memotret dan menyimpannya dengan baik”, lanjutnya.
Lebih lanjut, kata Kozer, menjadi pengalaman berharga ketika bangsa ini bahkan dunia di terpa badai pandemi, baginya berdiam diri tentu bukan pilihan yang tepat, namun tak mudah memotret kondisi saat itu, betapa tidak, ketika semua orang dibatasi geraknya disisi lain ada hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dampak dari sebarang virus tersebut.
“Saat pandemi merupakan langkah yang cukup berat bagi teman teman di PFI, ketika semua orang dibatasi langkahnya bahkan dilarang, kami harus masuk ke zona merah sekali pun, bukan tanpa resiko tentu saja taruhannya kesehatan bahkan mungkin nyawa mengingat ganas nya COVID-19, namun kita tetap memotret untuk memenuhi hak atas informasi bagi masyarakat,”ucapnya.
Pada kesempatan dialog diujung perbincangan seraya mengingat sederet peristiwa yang dialami dirinya dan juga para pewarta foto lain, ia berpesan agar tetaplah menyajikan karya foto yang nyata tanpa rekayasa tanpa tendensi tersendiri.
” Semoga kita bisa tetap menjadi saksi sejarah, mewartakan melalui karya foto tanpa rekayasa, semoga kita selalu ingat bahwa tulisan menjelaskan, foto membuktikan, “pungkasnya (SFR)