BANDUNG – Pengurus Pelajar Islam Indonesia (PII) yang tergabung dari berbagai mahasiswa di sejumlah universitas se Jawa Barat, menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Senin (6/2/2023).
Mereka menilai, perhatian pemerintah terhadap sistem pendidikan di Jawa Barat masih semrawut dan tidak jelas arahnya.
Koordinator aksi PII Jabar, Zidan Irfanak mengatakan, sedikitnya ada lima poin yang jadi sorotan PII Jabar terhadap sistem pendidikan yang dinilai carut-marut.
“Minimnya akses pendidikan di Jawa Barat, buruknya alokasi anggaran operasional pendidikan,” kata Zidan kepada Jabar Ekspres, Senin (6/2).
“Kemudian infrastruktur pendidikan yang tidak memadai, Dinas Pendidikan Jawa Barat tidak kompeten dalam menyelesaikan masalah dan kesejahteraan guru masih rendah,” lanjutnya.
Zidan menyampaikan, aksi ini juga sebagai bentuk kekecewaan karena sebelumnya sempat mengajukan audiensi tapi tak ada respons dari pihak Dinas Pendidikan Jawa Barat.
“Pemprov dan Dinas Pendidikan Jawa Barat, sama-sama mangkir. Saya sangat menyayangkan kondisi ini, karena ada beberapa hal yang harus disampaikan terkait kondisi pendidikan saat ini,” ucap Zidan.
Pantauan Jabar Ekspres di lokasi, terlihat sekumpulan mahasiswa berteriak dengan beragam bendera pun turut mewarnai aksi.
Orator silih berganti, menyuarakan tuntutan-tuntutan terkait kondisi pendidikan di Jawa Barat yang dinilai memprihatinkan.
“Jika tidak ada respons dari pemerintah provinsi dan dinas pendidikan yang mewakili, maka kami akan menggelar aksi lanjutan dengan jumlah massa yang lebih banyak,” tegas Zidan.
Orator aksi lainnya, Reza Aditya menambahkan, fasilitas pembangunan di pelosok daerah harus menjadi perhatian pemerintah.
“Pemerataan pembangunan infrastruktur di wilayah terpencil masih belum mampu ditangani oleh pemerintah,” paparnya.
Orator aksi lainnya, Reza Aditya menambahkan, aksi ini dilakukan berfokus pada beberapa kebijakan terkait sistem pendidikan di Jawa Barat. Salah satunya mengenai pemerataan pembangunan infrastruktur di wilayah terpencil.
Menurutnya, kasus ini belum mampu ditangani oleh pemerintah. “Fasilitas pembangunan di pelosok-pelosok menjadi target kami, karena di wilayah tersebut jarang terjamah. Seperti Cianjur, kurang lebih 67 sekolah dan tenaga pendidik kurang mendapatkan perhatian dari Dinas Pendidikan selepas terjadinya gempa,” sesalnya.