Alat Puruhito

Saya tidak pernah jadi direktur RS, tapi sebagai mantan rektor juga menemukan problem yang hampir sama antara rektor PTN (waktu itu belum PT BH) dengan rektor PTS.

Untuk rumah sakit, sekarang makin ”rumit” dengan adanya ”macam-macam” RS: RS-Vertikal seperti di Kupang. Di Surabaya juga akan dibangun RS Vertikal. Ada lagi RSUD (milik Pemprov atau Pemkot/ Pemkab). RSUD dr Soetomo dan RS Haji Surabaya adalah ”milik” Pemprov Jatim. RS BDH dan RS Soewandi ”milik’ Pemkot Surabaya). Ditambah lagi ada RS-Universitas (yang ada di hampir semua PTN di Indonesia (RS USU, RS UI, RS UGM, RS UA, dan seterusnya) yang ”milik” Rektor (?) atau milik PT terkait? atau milik Kemendikbudristek? Walah, jadi rumit. Itu di bawah Kemenkes atau Kemendikbudristek? (sebagai mantan rektor saya juga tidak bisa menjawab dengan tepat). Apalagi juga disebut ”Rumah Sakit Pendidikan” – Vertikal ? RS Daerah ? (mungkin perlu bantuan para ”sahabat Disway” atau ”perusuh Disway” untuk ”membanding-banding ké” RS-RS tersebut.

Contohnya RSUD dr Soetomo. Sudah berpuluh tahun sebagai ”RS Pendidikan di Unair”. Sekarang ada RSU Airlangga yang juga ”RS Pendidikan Unair”. Kami di prodi pendidikan spesialis juga punya ”RS Jejaring”. Yakni untuk membantu pendidikan spesialis (upaya ”percepatan Pendidikan Spesialis” – seperti Anda tulis beberapa waktu lalu). Ini wewenang Kemenkes kah atau Kemendikbudristek?

Rumit juga ya?

Nah, yang Anda tulis tentang ”rebutan alat” itu (termasuk yang membuat saya ”malu” tadi) memang ”terjadi” di beberapa sektor. Maaf, karena Anda juga menyebut SpBTKV yang ikut rebutan, tapi bukan dengan SpA tapi dengan Cath-Lab (di RSUD dr Soetomo sudah tidak lagi, tapi di RS lain juga di luar Surabaya masih ada). Malah pernah ada Permenkes yang menyebutkan tentang penggunaan alat radiologi dan juga ”kebijakan direktur” setempat. Yang pasti (seperti Anda tulis) tidak ada di RS Swasta. Tapi toh pernah terjadi ”penguasaan alat” oleh spesialis tertentu dengan memblokir hari-hari penggunaan alat tersebut. Dan direktur tidak mampu mengatasinya karena ”kalah wibawa” dengan spesialis tersebut.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan