Karena biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan satu pasang perahu sekitar Rp 300 juta, H. Endang memberanikan diri meminjam uang ke bank untuk kedua kalinya agar bisa membuat perahu yang lebih kokoh dan aman. Barulah perahu sekarang yang terbuat dari besi jauh lebih kokoh dan aman.
Hasilnya, jembatan perahu yang bisa dibongkar pasang ini kira-kira dalam sehari dilewati sekitar 10.000 pemotor. Dimana setiap motor yang lewat dikenai biaya Rp2000 dan pejalan kaki Rp1000. Coba hitung kira-kira omset Pak H. Endang dalam sebulan minimal bisa dapat berapa?
Meskipun omset per bulannya minimal bisa mencapai 750 juta rupiah, tapi biaya untuk sekali servis atau perawatan satu perahu bisa mencapai 20-25 juta rupiah. Belum lagi ketika kedatangan tamu sampah eceng gondok, jembatan bisa berhenti beroperasi dulu untuk beberapa saat.
Selain itu ketika ada daerah sekitar terendam banjir, otomatis jembatan juga ditutup untuk sementara waktu.
Sebelum ada jembatan perahu, tadinya ini jalan buntu dan gak banyak aktivitas masyarakat yang lalu lalang di daerah sini. Namun semenjak adanya jembatan, H. Endang bukan hanya bisa mempekerjakan 40 orang karyawan, tapi juga membuka perekonomian untuk warga sekitar.
Kini di sekitar jembatan banyak warga yang bisa berjualan bahkan ekonomi di sekitar kawasan jembatan juga jadi lebih hidup dan H. Endang juga tidak menghalangi warga yang ingin berbisnis di sekitarnya.
Bagi H. Endang, rezeki yang ia dapatkan dari jembatan perahu yang ia bangun di Karawang ini bukan hanya miliknya pribadi. Maka dari itu, dulu sebelum ada jembatan perahu ini belum ada jalan, setelah menghasilkan ia membantu untuk memperbaiki jalan dan menjadikannya lebih layak dilewati.
Selain itu juga setiap tahunnya H. Endang memberangkatkan 8 orang untuk umroh baik dari karyawan, saudara maupun tetangganya. Setiap tahun juga H. Endang biasanya membagikan sembako untuk 250-300 keluarga. Baginya, berbagi rezeki adalah kewajiban.