Durian Tarmidji

“Hebat ya Pontianak,” komentarnya.

Dari kopi Asiang saya ke es krim. Di depan SMA Santo Paulus itu. Saya ajak senior saya ke situ. Saya dorong kursi rodanya. Ia adalah Pak Tabrani Hadi. Ia pendiri Pontianak Post. Umurnya sudah 81 tahun. Beliau harus di kursi roda karena stroke 8 tahun lalu.

Saya jemput ia ke rumahnya. Bicaranya sudah mulai lancar. Di kedai es krim yang berdiri sejak 1950 itu kami bertukar rindu. Juga mengenang masa lalu. Yakni masa ketika Pak Tabrani menemui saya: menyerahkan Pontianak Post (masih bernama Akcaya) kepada saya.

Itulah kedatangan saya pertama ke Pontianak. Tahunnya saya sudah lupa. Setelah dua hari di sana saya mengambil kesimpulan: Harian Akcaya ini tidak perlu saya.

Akcaya sudah punya kantor. Sudah punya mesin cetak. Tidak punya utang. Bisa beli bahan-bahan baku sendiri. Masih bisa terbit rutin seminggu sekali.

“Bapak tidak perlu investor. Jalan sendiri saja,” ujar saya.

“Saya pengin mingguan ini jadi harian. Saya pengin maju. Saya merasa cocok dengan Pak Dahlan,” ujar Pak Tabrani.

Waktu Pak Tabrani memang terbatas. Ia pejabat tinggi di Pemda Kalbar: Asisten sekwilda. Potensial sekali naik jabatan. Ia mencintai dunia publikasi dan fotografi. Sejak masih muda. Sosoknya mungil, kulitnya bening, bicaranya lirih, solah bawanya halus. Ia tidak pernah menyela orang yang lagi bicara.

Pak Tabrani kini hidup bersama salah satu anaknya, sejak istrinya meninggal 5 tahun lalu.

Ia pun tahu: kini saya sudah bukan siapa-siapa lagi. Pun di perusahaan yang membawahkan Pontianak Post itu. Tapi persahabatan kami melebihi kekuasaan duniawi.

Saya senang bicara Pak Tab kian lancar. Jauh lebih baik dari pertemuan-pertemuan sebelum ini. Biar di kursi roda tapi masih bisa pindah sendiri dari kursi roda ke mobil. Memang dengan susah payah, tapi bisa. Saya tidak membantunya naik mobil. Ia harus bisa sendiri. Dan ia bangga dengan kemampuannya itu.

“Apakah koran masih ada harapan?” tanyanya.

Saya sedih mendengar pertanyaan itu. Terutama karena saya tidak bisa membantunya lagi seperti dulu. Saya tidak bisa lagi diskusi tentang perusahaan dengan beliau. Juga dengan teman-teman lama di sana.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan