CHINA – Puluhan kota di China melalukan lockdown lagi, termasuk kota Wuhan.
Otoritas Cina melakukan lockdown di sejumlah kota karena Covid-19 kembali mengganas.
Lebih dari 800.000 orang di satu distrik di Wuhan diperintahkan mematuhi aturan lockdown lagi untuk tinggal di rumah hingga 30 Oktober.
“Kami merasa mati rasa terhadap semua itu. Kami merasa semakin mati rasa,” kata seorang warga setempat kepada Reuters, dikutip bbc, Sabtu 29 Oktober 2022.
Kota Zhengzhou, rumah bagi pabrik manufaktur iPhone terbesar di dunia, juga terpengaruh.
China melaporkan hari ketiga berturut-turut lebih dari 1.000 kasus covid-19 terjadi.
Awal bulan ini, Presiden Cina, Xi Jinping mengisyaratkan bahwa tidak akan ada pelonggaran kebijakan. Dia menyebut kebijakan lockdown sebagai perang rakyat untuk menghentikan penyebaran virus.
“Pada 24 Oktober, sekitar 28 kota di seluruh negeri menerapkan beberapa tingkat tindakan penguncian,” analis Nomura mengatakan kepada kantor berita Reuters.
Dia mengatakan, sekitar 207 juta orang terkena dampak di wilayah yang bertanggung jawab atas hampir seperempat dari PDB China.
Di seluruh Cina, sekitar 200 penguncian telah diterapkan dalam beberapa hari terakhir.
Penduduk di wilayah yang berbeda tunduk pada aturan yang berbeda, tergantung pada apakah mereka berada di zona berisiko rendah, sedang atau tinggi.
Wuhan melaporkan hingga 25 infeksi baru sehari minggu ini, dengan lebih dari 200 kasus selama dua minggu terakhir.
Awal pekan ini, sekolah tatap muka dan makan di restoran ditangguhkan di pusat China selatan Guangzhou.
Beberapa lingkungan di kota juga tetap tunduk pada berbagai aturan pengendalian covid.
Hingga Kamis 27 Oktober, China melaporkan 214 kasus positif lokal dan 1.123 kasus tanpa gejala.
Pemerintah Provinsi Guangzhou mengumumkan pengetatan tindakan antipandemi COVID-19 di pabrik, sekolahan, perdesaan, pasar, dan tempat keramaian lainnya.
Kegiatan ASEAN-China Center yang dijadwalkan akan digelar pada 3-6 November di Shenzhen, Provinsi Guangdong, dibatalkan dengan alasan yang sama.
China sampai saat ini masih menerapkan kebijakan nol kasus COVID-19, yang dianggap berbagai kalangan sebagai penyebab melambatnya pertumbuhan ekonomi. (Fin-red)