JABAREKSPRES – Masyarakat dilarang Kemenkes sementara waktu tidak memberikan obat sirup untuk anak.
Instruksi ini muncul lantaran Kemenkes sedang mengupayakan langkah antisipatif dalam mencegah gangguan ginjal pada anak.
Melansir dari laman resmi Sehat Negeriku pada Rabu (19/10/2022), masyarakat yang melakukan pengobatan untuk anak sementara waktu tidak mengkonsumi obat dalam bentuk cair/sirup.
“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan,” tutur Syahril selaku Juru Bicara Kemenkes.
“Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” ujar Syahril.
Lalu mengapa Kemenkes mengambil kebijakan tersebut?
Simak beberapa poin penting yang telah dirangkum dari penjelasan Kemenkes berikut ini:
- Adanya peningkatan kasus gangguan ginjal pada anak
Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Acute Kidney Injury (AKI) yang tajam pada anak.
Kasus yang utamanya terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun. Hingga 18 Oktober 2022, jumlah kasus yang dilaporkan ada 206 dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak.
Bahkan, angka kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65%. Peningkatan kasus ini berbeda dengan yang sebelumnya terjadi.
Saat ini penyebabnya masih dalam penelusuran dan penelitian.
- Tidak ada bukti hubungan kasus Gangguan Ginjal Akut dengan Vaksin COVID-19 atau infeksi COVID-19
Syahril selaku juru bicara Kemenkes, menyebutkan bahwa gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sementara itu program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun.
- Adanya temuan jejak senyawa berpotensi mengakibatkan Gangguan Ginjal Akut
Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, sementara ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan AKI.
Saat ini Kemenkes dan BPOM masih terus menelusuri dan meneliti secara komprehensif termasuk kemungkinan faktor risiko lainnya.