Leong putu
Cerbung Diam. ———————– Sore itu, niat saya mau pinjam Hp istri secara sembunyi² untuk melihat harga sebuah produk, di satu toko online terkemuka. Ting…ting… Terdengar suara notifikasi WA, disusul icon WA setelahnya. Tingak-tinguk sebentar, terpantau situasi aman. Istri lagi mandi. Biasaya lama. Saya buka, saya lihat dari Nora, penasaran saya buka. Lalu saya baca isi percakapan di dalamnya. Isinya sebagai berikut : Nora :” jeng…aku nanti malam main ke rumahmu ya…aku lagi suntuk nich…”. Istriku :”kok tumbenan jeng, main kok malam²?”. Nora :” iya jeng…ini lho… anu..biasa… Aku habis bertengkar, hebat. Si Mas sampai lempar² barang. Aku takut jeng…”. Istriku :” hmmmmmm…”. Nora :”kamu beruntung jeng…punya suami ganteng, baik hati dan sabar…”. Istriku :”hmmmm…ya ndak lah jeng… Aku ya kadang bertengkar, cuma suamiku kalau marahan seringnya diam jeng…”. Nora :”hmmm…enak kamu jeng…” Istriku :”..ya gak enak jeng… Boros sampo..kalau malam dingin jeng..”. Nora :”lhaaaa….kok ??????”. Istriku :”xixixixixi….iya jeng… Suamiku kalau lagi marahan, pasti diam…. Diam – diam minta jatah maksudnya….jadi basah deh…”. Nora :”$#@&®©£€¥…..”. …. …. –Tamat——
Chei Samen
Inayah udah membawak diri / Dari Borgam nyebrang ke Kota Tinggi / Lagi nunggu Mas Dur pujaan hati / Tak kunjung mnikah hingga hari ini.
Lukman bin Saleh
Saya tumbuh di keluarga dan masyarakat yg menganut Islam tradisional. Kemudian saat kuliah, saya banyak diterpa pemikiran2 liberal. Tapi dua hal ini tak membuat perhatian saya luput dari kelompok salafi. Kelompok salafi dalam artian luas. Salafi. Saya mengagumi beberapa karakter mereka yg menonjol. Umumnya mereka jujur, dapat dipercaya, karena lebih mementingkan akhirat daripada dunia. Cara berpakaian atau gaya hidupnya sederhana. Kalau dia mahasiswa, maka mereka tidak sungkan ke mana2 menggunakan sepeda pacal. Di saat mahasiswa lainnya berlomba2 memiliki sepeda motor. Intinya banyak karakter2 mereka yg saya kagumi. Tp terlalu panjang jika diuraikan di sini. Suatu hari saya coba ikut tarawih di masjid mereka. Sebagai Muslim tradisional tentu banyak perbedaan yg saya rasakan. Mulai dari Fatiha tidak pakai basmalah, jumlah rakaat tarawih, dan seterusnya. Semua saya lalui dg biasa saja. Karena saya juga sudah tau teorinya. Sampai pada saat acara makan bersama. Di sebuah nampan besar. Dikerubungi bersama-sama. Ampuuun… sampai di sini saya mundur. Saya tidak bisa. Ceramah-ceramah atau kajian2nya juga membuat saya mengantuk. Bagi saya terlalu garing dan kaku. Sejak saat itu saya merasa hanya mampu menjadi pengagum Salafi. Tanpa mampu untuk menjadi bagian darinya. Biarlah Salafi itu bagai bunga indah bagi saya. Cukup dilihat dan dinikmati dari jauh. Tanpa harus menyentuhnya…