BANDUNG – ‘Pamali’ merupakan kata dari Bahasa sunda yang memiliki arti pantangan. Kata Pamali sendiri biasa digunakan oleh masyarakat Sunda untuk menyatakan larangan terhadap sesuatu yang dianggap melanggar kebiasaan masyarakat Sunda.
Melihat kondisi ini, salah seorang sineas muda Bobby Prasetyo mencoba memaknai kata Pamali tersebut dalam sebuah karya film bergenre horror.
Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar Chandrawulan mengatakan, film Pamali, sangat mengangkat budaya dan pariwiasata Jawa Barat.
Menurutnya Kata Pamali sendiri adalan bentuk larangan yang biasa dilontarkan kepada siapapun agar jangan dilanggar.
Terlepas dari mitos atau kepercayaan, Kata Pamali, sangat melekat dengan budaya masyarakat sunda dan masih dipegang teguh oleh masyarakat adat.
Film ini bercerita tentang pasangan muda suami istri yang kembali ke kampung halaman dan menjual aset rumah peninggalan orang tuanya.
Banyak ‘kepamalian’ yang dilanggar akhirnya membawa petaka. Film Pamali dibintangi aktor Marthino Lio, Putri Ayudya, Taskya Namya, Unique Priscilla, dan Rukman Rosadi.
Film ini mengambil cerita atau tabu yang hidup di masyarakat Sunda sejak lama. Pamali merupakan aturan tidak tertulis yang tidak boleh dilanggar. Jika dilanggar maka akan ada petaka atau kesialan yang terjadi.
Pada masyarakat Sunda tempo dulu pamali kerap dipakai sebagai benteng untuk menyelamatkan alam, nilai- nilai, atau tatatan sosial. Namun pada masyarakat modern saat ini pamali kerap diabaikan.
“Diharapkan lewat film ini masyarakat bisa lebih mengenal (budaya) dan keindahan alam Jawa Barat,” katanya
Dia menyebutkan, promosi film dilakukan melalui komunitas-komunitas yang ada agar lebih cepat tersosialisasikan ke masyarakat.
“Salah satunya lewat komunitas-komunitas yang ada agar cepat tersosialisasikan ke berbagai kalangan. Lewat film ini, giliran Kabupaten Garut yang kita promosikan karena setting ceritanya di Garut, dalam kesempatan lain tentu daerah lain juga,”ungkapnya
Sutradara film Bobby Prasetyo mengaku, ketertarikanya mengangkat film yang diadaptasi dari game dengan judul ‘Pamali’ itu karena muatan budayanya.
“Terutama karena muatan budaya itu yang sudah mulai pudar dipahami oleh masyarakat Sunda sendiri terutama kalangan milenial. Untuk itu saya merasa perlu menyampaikannya kembali melalui media film,”pungkasnya. (yan).