BANDUNG – Unla (Universitas Langlangbuana) sukses menggelar diskusi nasional dengan mengusung tema “Revitalisasi Kompolnas di Era Digital”, di Kampus Unla 4 Oktober 2022.
Diskusi dibuka oleh Rektor Unla Dr. HR AR Harry Anwar, kemudian pengantar disampaikan Ketua Lembaga Layanan Dikti Wilayah IV Jabar dan Banten Dr M. Samsuri. Diskusi ini dihadiri oleh sekira 300 peserta baik secara luring dan daring, serta live di kanal Youtube Unla TV.
Diskusi tersebut, pihak Unla menghadirkan pembicara Kriminolog UI, Prof Adrianus Meliala, Guru Besar Ubhara Jaya Prof (Ris) Hermawan Sulistyo, dan Guru Besar Unpad Prof Susi Dwi Harijanti.
Mengawali diskusi, Keynote Speaker Ketua Harian Kompolnas Inspektur Jenderal Pol (P) Dr. Benny Josua Mamoto, menyinggung soal pembunuhan Brigadir J. Kata Benny, pasca kasus Duren Tiga itu masih menyita perdebatan publik.
“Terkait tugas dan fungsi serta wewenang Kompolnas dalam mengawasi penanganan kasus pembunuhan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pejabat yang semestinya menegakkan disiplin dan etik di tubuh Polri. Guna memperkuat Kompolnas, upaya yang sedang dilakukan ialah merevisi Perpres No. 17 Tahun 2011, khususnya tentang kewenangan pengawasan fungsional yang perlu diperluas,” ujar Benny.
Dalam kesempatan yang sama, Prof Adrianus Meliala mengingatkan, terkait isu penguatan Kompolnas sering kali hanya enak dikatakan, tetapi sulit dalam implementasi dan implikasinya.
Adrianus Meliala mengajukan beberapa saran untuk pemerkuatan Kompolnas, antara lain ubah nomenklatur Kompolnas menjadi satker tersendiri dengan pengguna anggaran (PA) yang mandiri; memberikan hak imunitas kepada komisioner Kompolnas untuk tidak dapat diperiksa, ditahan, ditersangkakan ataupun dituntut di pengadilan; fungsi dan jajaran perencanaan dan anggaran di Mabes Polri pindah ke Kompolnas.
Selain itu, Kompolnas harus memiliki kewenangan memperoleh semua data, khususnya data strategis Polri; dalam perkara yang termasuk celebrity case, Kompolnas berhak terlibat dalam pengawasan khusus; dan Kompolnas memilih komisioner muda berpendidikan tinggi yang belum memiliki interaksi panjang dengan Polri, atau purnawirawan dengan lama pensiun minimal sepuluh tahun.
Sementara itu, Prof (Ris) Hermawan Sulistyo menambahkan, bahwa Polri tidak boleh disentuh oleh politik, dan solusi kompolnas apabila ada kesalahan perorangan bukan berarti Kompolnas di bubarkan tetapi harus di perbaiki. “Kompolnas harus menguasai teknologi begitu pula dengan Polri,” paparnya.