JAKARTA – Komnas HAM membongkar kejiwaan Ferdy Sambo yang mengatakan bahwa hal tersebut terkait dengan jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri hingga melakukan pembunuhan Brigadir J alias Brigadir Yoshua Hutabarat.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan bahwa jabatan inilah yang mempengaruhi kejiwaan Ferdy Sambo.
Dengan jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo memiliki kuasa penuh atau kekuasaan yang sangat besar di lingkungan internal Polri sehingga masalah kejiwaan mulai muncul dari sana.
“Sambo mempunyai kekuasaan yang sangat besar karena jabatannya sebagai Kadiv Propam. Selain itu Sambo juga bisa menggerakkan di luar lingkungan bawah Propam seperti di Metro Jaya, Reskrim,” jelas Taufan.
“Dengan kekuasaan tersebut, Sambo sudah melebihi abuse of power seseorang dengan kekuasaan tertentu di luar kekuasaannya,” katanya lagi.
Akibat kondisi tersebut, Ferdy Sambo merasa kebal hukum dan melakukan eksekusi terhadap ajudan pribadinya yaitu Brigadir J yang merupakan orang terdekatnya.
Selain itu, Sambo juga melakukan pengerusakan terhadap CCTV di sekitar area dengan melibatkan beberapa aparat kepolisian yang ada.
Dalam pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J, 7 berkas perkara dari seluruh tersangka Obstruction of Justice tersebut diterima Kejagung pada hari Kamis 15 September 2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana mengatakan bahwa Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung telah menerima pelimpahan Berkas Perkara (Tahap I) dari Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri) atas nama 7 orang tersangka.
7 berkas geng Sambo yang terlibat pembunuh Brigadir J diterima Kejagung atas Obstruction of Justice pembunuhan Brigadir J diantaranya atas nama Irjen Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, AKP Irfan Widyanto.
Seluruh berkas perkara para tersangka akan diteliti oleh jaksa peneliti yang ditunjuk dalam jangka waktu 14 hari untuk menentukan apakah berkas perkara dapat dinyatakan lengkap atau belum secara formil maupun materil.
“Selama dalam penelitian berkas perkara dan untuk mengefektifkan waktu yang diberikan oleh Undang-undang, Jaksa Peneliti akan melakukan koordinasi dengan penyidik guna mempercepat penyelesaian proses penyidikan,” papar Ketut. (Disway)