JabarEkspres.com, BANDUNG – Dinilai menganggu arus lalu lintas hingga jadi penyebab kemacetan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menyoroti aktivitas di pasar tumpah. Oleh karena itu, penertiban terus digalakkan.
Kepala Dinas (Kadis) Koperasi dan Usaha Menengah Kecil (KUMK) Kota Bandung, Atet Dedi Handiman mengaku, penertiban pasar tumpah saat ini mengalami kesulitan.
Menurut Atet, beberapa pedagang masih sering tetap berjualan meski sudah melebihi batas waktu berjualan. Yakni dengan batasan berjualan dari pukul 10.00 malam sampai 6.00 pagi.
“Pasar tumpah agak sulit. Kadang-kadang mereka lewat dari jam 6 masih beraktivitas,” tegas Atet saat dihubungi Jabar Ekspres, Selasa, 13 September 2022.
Dirinya menjelaskan, pasar tumpah muncul di saat kapasitas dari suatu pasar yang sudah tidak bisa menampung pedagang.
Akibatnya, mereka berjualan di luar pasar hingga sampai di bahu jalan.
Pasar tumpah biasa muncul di beberapa titik Kota Bandung, di antaranya seperti kawasan Jalan Kosambi serta Jalan Ahmad Yani. Penertiban ini pun saat ini menjadi prioritas.
“Kadang mereka jam 7 pagi masih berjualan. Mengganggu aktivitas masyarakat. Lalu ada yang memang masuk zona merah, seperti Jalan Dalem Kaum dan Dago, dan beberapa daerah lain,” imbuhnya.
Terlebih, kata Atet, tidak jarang aktivitas para pedagang itu menciptakan kemacetan.
“Memang pakai roda. Tapi tetap berjualan di pinggir jalan. Nanti kalau yang jualan di trotoar lalu turun ke jalan, bertambah macet,” katanya.
Untuk saat ini, Atet menuturkan, penertiban masih giat dilakukan. Namun yang terpenting, dilaksanakan secara persuasif tanpa merugikan siapa pun.
“Komunikasi, persuasi enggak bisa langsung ditertibkan. Diimbangi dengan penataan dan tidak mematikan usaha mereka,” jelasnya.
Adapun selain penertiban, pihaknya pun memiliki solusi lain. Di antaranya seperti merelokasi para pedagang. Kendati begitu, dirinya mengatakan bahwa solusi itu masih terkendala tempat.
Kendati demikian, ia pun mengatakan akan memberikan solusi atas kendala ini.
“Dipindahkan kalau ada tempat, tapi kan tidak selamanya ada tempat relokasi. Kami masih berproses. Karena mereka juga menggantungkan hidup dari sana juga,” pungkasnya.*** (zar)