Petir Politik

Risma pun menjadi kader partai. Bambang tersisih.

Tapi Bambang telah mencatatkan diri dalam sejarah itu: mantan wali kota menjadi wakil wali kota berikutnya. Rasanya, sampai sekarang, ya baru satu itu terjadi. Belum ada wali kota atau bupati lain yang meniru. Belum ada juga tingkat gubernur. Siapa tahu diikuti langsung di tingkat nasional.

Tapi benarkah yang muncul dari MK itu petir? Benarkah itu gong yang salah tabuh?

Saya pun menelusuri berita MK itu. Saya ingin tahu runtutan lahirnya berita itu.

Yang saya baca hanyalah: juru bicara MK mengatakan itu kepada wartawan Medeka.com. Tapi tidak bisa saya lacak: apakah si juru bicara yang menemui wartawan Merdeka.com atau wartawan itu yang bertanya. ”Bertanya” pun ada dua jenis: apakah diminta bertanya atau sengaja bertanya.

Lokasi wawancara pun tidak terlacak. Di ruangan khusus atau di depan pintu. Kalau di ruang khusus berarti serius sekali. Kalau di depan pintu bisa saja itu pertanyaan sambil lalu.

Yang jelas petir itu telah menyambar-nyambar. Termasuk menyambar Anda. (Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 12 September 2022: Posisi Monoarfa

Muin TV

Waktu di kampung dulu. Dalam seminggu ada 2 kelompok pengajian ibu-ibu. Yang pertama tiap Hari Senen. Disebut Senenan. Yang kedua, Hari Rabu. Disebut Reban.Waktu pengajiannya,setelah Dhuhur sampai Ashar (jam 2 sampai jam 4).Awalnya, saya kira itu pengajian biasa ibu-ibu di kampung. Rupanya mereka punya afiliasi politik. Kalau yang Senenan, afiliasinya ke Golkar. Nama kelompok pengajiannya Al-hidayah. Kalau yang Reboan, afiliasi politiknya ke PPP. Nah sekarang, ada satu lagi, Kemisan (Hari Kamis). Ini afiliasi politiknya ke PKB. Begitulah kondisi ibu-ibu di kampung.Ternyata mereka tidak buta politik. Dan begitulah kondisi PPP. Suaranya terpecah dan rebutan dengan PKB.

 

thamrindahlan

Niat Lansia mendaki gunung / Disway nasehati senam saja / Kenapa Anda tampak bingung / Posisi Menteri lebih berwibawa /

 

Johannes Kitono

Now posisi Monoarfa seperti ” Sandwich ” keatas sudah dijepit oleh SK Menkumham yang hanya dalam 4 hari sudah mensahkan pengurusan DPP Mardiono. Kebawah menghadapi kiai kiai yang tersinggung Pidato Amplop dan ada resiko kehilangan suara massa. Solusi terbaik adalah Suharso mundur tidak usah melawan Mardiono tapi tetap di Kabinet dan di DPP dikasih jabatan juga. Dengan demikian DPP kelihatan tetap solid dan masih akan dipilih oleh pemilih tradisional.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan