Bus Siliwangi menjalani rute jarak jauh: Bengkulu-Jakarta. Ada yang lebih jauh lagi: Pekanbaru (Riau) – Blitar (Jatim). Sejauh 2.400 km.
Soal tarif ia ikut saja gaya pemerintah: mengumumkan kenaikan tarifnya mendadak. Lima jam setelah pemerintah menaikkan harga BBM Siliwangi langsung ikut. Inilah kenaikan tarif bus tercepat. Siang masih tarif lama sore sudah tarif baru: Pekanbaru-Blitar Rp 740.000.
Apa pun perubahan di dunia ini Kurnia akan tetap menjadi pengusaha bus. Gen di darahnya adalah gen angkutan bus. Bapaknyalah yang mendirikan SAN. Di Bengkulu. Ayah Kurnia orang Bengkulu. Keturunan Pariaman.
Sang ayah, saat muda, seorang sopir. Pegawai Pemda. Ia sopir pejabat pemerintah di Bengkulu.
Tapi ia orang Minang.
Ia pilih berhenti. Ia menyukai mesin mobil. Ia bisa memperbaiki kerusakan apa pun. Maka, daripada berhenti, ia dipindah ke bagian perbengkelen di Pemda. Zaman itu semua Pemda punya bengkel mobil sendiri.
Ia jadi kepala bengkel.
Statusnya tetap pegawai.
Ia orang Minang.
Ia berhenti.
Sang ayah bersatu dengan kakaknya. Mereka membeli bus kecil. Elf. Bus mereka terus bertambah. Berkembang lagi ke bus besar. Terus pula bertambah.
Lalu pecah kongsi.
Sang ayah mendirikan SAN.
Kurnia lahir.
Nakal.
Sekolahnya ogah-ogahan. Untung bisa tamat SMP.
Sejak SMP, Kurnia sudah lebih senang ”sekolah” di bus. Ia ikut perjalanan jauh Bengkulu-Jakarta. Dan ke mana saja bus ayahnya berkelana. Syukurlah di Jakarta Kurnia sempat lulus STM.
Mengapa bus Bengkulu ini bernama Siliwangi?
Zaman itu di penyeberangan Merak-Bakauheni begitu banyak preman. Dalam persaingan antarpreman pun yang kalah pengusaha. Apalagi banyak oknum di dalam preman itu.
Ayah Kurnia cari godfather. Ia pernah menjadi sopir Jenderal Himawan Sutanto. Sudah seperti keluarga. Ketika sang jenderal tugas ke luar negeri pun Kurnia ditawari ikut serta.
Kelak, ketika sang ayah sudah menjadi pengusaha bus, hubungan baik itu sangat berguna. Ia mengadu soal perpremanan di Merak-Bakauheni.
“Beres,” ujar Sang jenderal. “Bilang saja bus itu milik saya,” tambahnya.
Tidak hanya kata-kata. Sang jenderal juga menulis oret-oret: jangan ada yang ganggu bus-bus miliknya.