Edukasi, kata dia, selalu diupayakan. Termasuk dengan Dinas Pendidikan dan di beberapa kurikulum di beberapa program Adiwiyata. Hal ini merupakan salah satu bentuk upaya sejak dini, para siswa dapat mengenal dan mempraktekkan tentang pola lingkungan.
“Bukan tentang meraih Adipuranya, tapi momen ini merupakan momentum menggerakan seluruh elemen bergerak bersama-sama mengelola kota ini menjadi lebih baik lagi. Sehingga bersama-sama kita melakukan penataan kota, karena ini merupakan kebutuhan bersama,” tutur Erick.
Menumpuknya sampah organik di Kota Bandung membuat Sekolah Kang Pisman menyediakan sejumlah program. Di antaranya program waste to food, komposter, dan magotisasi.
“Pengelolaan sampah anorganik sebenarnya lebih mudah, itu ada bank sampah, ada juga pemulung. Sehingga sarana prasarana yang ada di sekolah ini 70 persennya yang organik. Ini tentang bagaimana circle (perputaran ekosistem) bisa berjalan utuh, nanti masyarakat yang datang kesini,” imbuh dia.
“Akan mengolah dari mulai sampah yang mentah, mulai dari tanaman dan sayuran, sehingga bisa diolah dan menghasilkan. Begitu juga dengan magot, disini ada ayam, disini ada lele itu bisa dimanfaatkan,” tandas Erick. (arv)