Demo Gugat

Sel kanker dari pasien dimasukkan ke ikan zebra. Diteliti. Ikan itu diobati dengan berbagai pilihan obat kanker. Yang lama maupun temuan baru. Dilihat mana yang punya pengaruh.

Maka ketika pandemi Covid melanda Indonesia Prof Nidom terpikir ikan zebra. “Carinya sulit. Terutama yang memenuhi syarat untuk penelitian,” katanya. “Kami harus menunggu mereka kawin dulu dan beranak. Lebih tiga bulan,” tambahnya.

PNF lantas membuat tiga kelompok penelitian. Masing-masing kelompok 15 ikan zebra. Kelompok pertama: yang insangnya ditetesi virus Covid-19. Kelompok kedua: yang perutnya dimasuki virus lewat suntikan. Kelompok ketiga: yang airnya saja yang diberi virus.

Di kelompok terakhir pasti: airnya menjadi positif. Hasil PCR terhadap air seperti itu. Namun di kelompok satu maupun dua sama: airnya pun positif. Dan ikan-ikan di situ positif Covid.

Berarti, kata Nidom ikan zebra di aquarium juga bisa menularkan Covid. PNF belum melakukan penelitian ke ikan lainnya.

Ia pernah terpikir melakukan penelitian di ikan hiu. Yakni untuk penyembuhan HIV.
Waktu itu Nidom akan mencoba menularkan HIV ke hiu. Lalu akan dicoba disembuhkan lewat pengembangan sel dendritic. Seperti yang belakangan dilakukan Prof Dr Terawan lewat Vaksin Nusantaranya.

“Saya batalkan karena bisa terkena pidana,” ujar Nidom. “Kami terbentur UU satwa yang harus dilindungi,” katanya.

Seperti itu pun tidak bisa berjalan. Apalagi kalau harus menjadikan babi sebagai donor transplantasi jantung. Yang Anda masih ingat: berhasil dilakukan di Maryland, USA, beberapa bulan lalu. Pasiennya baru meninggal dua bulan setelah itu –sedang diteliti mengapa meninggal.

Juni kemarin transplantasi serupa berhasil dilakukan lagi. Sekaligus untuk dua orang. Kali ini di New York, USA. Di New York University. Yang melakukan: Dr Nader Moazami. Sampai tulisan ini dibuat belum ada tanda-tanda gagal.

Metodenya sama: jantung babi itu dimodifikasi. Yakni di peternakan khusus babi untuk penelitian. Gen tertentunya dibuang. Misalnya gen yang membuat jantung tumbuh membesar, melebihi rongga jantung di dada. Juga delapan modifikasi lainnya.

Nidom menyayangkan Prof Mikra di satu hal: mengapa tidak berani mengungkapkan soal penghayatan agama sebagai salah satu penyebab terhambatnya penelitian.

Tinggalkan Balasan