BANDUNG – Sengketa lahan di Dago Elos, tidak hanya melibatkan antara warga menghadapi penggugat dan ahli waris keluarga Muller saja. Melainkan, aset Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung juga, terkena dampak. Lahan seluas 6,9 hektare yang diperebutkan itu termasuk pula Terminal Dago.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung, Dadang Darmawan mengaku, pihaknya hanya berfokus pada pengelolaan manajemen Terminal Dago.
Perihal lahan tersebut masuk ke dalam aset Pemkot atau tidak, dia menyarankan untuk menyerahkan kewenangan pada Dinas BKAD.
“Kita mungkin terkait fungsinya saja. Tidak soal ke asetnya,” ucap Dadang, Senin (16/6) kemarin.
Kendati demikian, Dadang mengungkapkan bahwa turut mempertahankan terminal itu apabila masih termasuk aset Pemkot.
“Jangankan untuk terminal, yang pasti, kan, ada luasan minimal. Sejengkal pun kalau aset Pemerintah Kota Bandung itu harus dipertahankan,” imbuh Dadang.
Dia menambahkan, konflik sengketa lahan Dago Elos yang menyeret Terminal Dago ini, masih didalami olehnya.
“Saya juga harus mempelajari sejauh mana progresnya, terkait dengan masalah kepemilikan lahan itu masih harus banyak mengimpulkan data informasi terkait dengan itu,” kata Dadang.
“Tentu akan menjadi (perhatian), karena itu menjadi bagian tupoksi kami. Hanya lebih detailnya saya perlu waktu dulu, nanti untuk berkoordinasi dan berkonsolidasi dengan jajaran di Dishub,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Investarisasi Barang Milik Daerah (BMD), Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Bandung, Siena Halim mengungkapkan, lahan tersebut memang aset Pemkot.
“Terminal tercatat meskipun belum bersertifikat. Bisa Pemda memohon. Bisa. Itu sudah clear sebenarnya. Tinggal sertifikasi,” ucapnya.
Dia menuturkan, upaya permohonan pun sebetulnya pernah dilakukan. Pada tahun 1980-an, Pemkot sudah mengirim surat kepada pemerintah pusat.
Sampai pada akhirnya muncul balasan dari pusat. Badan Pertanahan Negara (BPN) menjawab surat Pemkot. “Kurang lebih begini (isi suratnya), ‘ya boleh punya Pemda (Kota Bandung), tapi beresin dulu warganya,” ujar Siena.
Menurutnya, permasalahan terletak pada BPN yang terlebih dahulu ingin ‘clear‘ area tersebut, yakni dari masyarakat yang bermukim.
“Jadi meskipun secara ‘Ya, BPN siap memberikan sertifikat ke pemkot, tapi tolong warganya clear dulu,’ Nah, ini yang agak berat,” pungkasnya. (zar)