Warga Dago Elos: Pemerintah Kayak Tutup Telinga dan Mata

BANDUNG – Konflik sengketa lahan yang mendera warga Dago Elos, Kota Bandung masih bergolak sampai sekarang. Warga yang sempat menang lewat putusan kasasi, kini harus gigit jari seusai putusan PK dari penggugat diamini MA.

Seorang warga, Taufik, (40), mempertanyakan sikap pemerintah yang seolah-olah tak ambil pusing dengan konflik tersebut.

“Jadi, kayak tutup telinga dan tutup mata pemerintah,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui pada Senin (27/6) sore.

Warga yang bermukim di lahan Dago Elos, pada akhirnya bertanya-tanya. Kemanakah penerintah. “Mana, sih, pertanggungjawaban seorang pemimpin untuk warga dago?” tanyanya.

Selama kurun waktu dari tahun 2016, awal munculnya gugatan atas klaim lahan Dago Elos dari pihak keturunan Muller dengan dalih eigondom verponding, sampai saat ini, warga tidak pernah dilirik pemerintah.

“Enggak ada sentuhan sama sekali. Belum ada. Ganti Wali Kota, ganti Gubernur,” sesalnya.

Dia heran, kawasan Dago yang sebetulnya pusat kota, tak pernah menjadi sorotan pemerintah. “Kalau misalkan posisi yang tergugatnya, atau yang digugatnya bukan di tengah kota mah, masih masuk akal kalau pemimpin enggak datang,” kata Dodon.

“Ini mah sudah jelas-jelas, bahkan mereka pun sering lewat ke daerah sini. Ada baliho-baliho penolakan di depan banyak juga. Masa, sih, enggak nyadar di sini ada konflik,” sambungnya.

Pada tahun 2020, kemenangan melalui putusan kasasi sempat dirayakan warga. Tak sedikit yang berseloroh ‘Oh, ternyata keadilan itu masih ada’.

Namun, semua perayaan sirna. “Dan dengan putusan PK ini, ‘Tidak ternyata, tidak adil’. Benar-benar enggak adil,” ucap Dodon, begitu sapaan akrabnya.

“Banyak warga yang stres, sakit, bahkan meninggal dunia. Bisa lihat psikis masing-masing. Rentang dari 2017 sampai 2020, berapa gitu (yang meninggal), karena memang stres. Orang tua kebanyakan,” tambahnya.

Dia menuturkan, gugatan atas tanah yang mendera mereka, tentu menjadi beban pikiran bagi tiap warga. Tak bisa dihindari. Saat ini tengah sengketa lahan. Lalu warga khawatir bisa kena gusur kapan saja.

“Enggak mungkin, sekarang, rumahnya mau digusur, enggak mungkin (tidak) jadi pikiran. Karena yang terpenting mah, rumah. Sudah mah masa pandemi, gugatan, ah udahlah. Pusing mikirin ini mah,” pungkasnya. (zar)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan