Sekretaris Desa Babakan Peuteuy, Riki Irmansyah mengaku, selama ini pihaknya tidak memfasilitasi para pelaku kerajinan bambu meski mengetahui beberapa karya warganya itu sudah dikenal hingga luar daerah.
“Kita belum membuat kelompok, pemasaran juga di sini secara mandiri oleh warga, desa belum. Rencanannya akan dibentuk kelompok UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) untuk kesenian bambu,” ucap Riki kepada Jabar Ekspres di ruang kerjanya.
“Selama ini kita hanya mendukung melalui pelatihan-pelatihan kepada warga dalam membuat kerajinan bambu,” lanjutnya.
Belum pernah ada dukungan baik dibentuknya wadah para pelaku kerajinan bambu atau dibantunya memasarkan produk olahan karya seni bambu ditegaskan oleh Endang.
‘Kita bukan menolak, tapi pelatihan untuk apa karena kita sudah bisa bahkan sebelum desa mengadakan pelatihan kita sudah memasarkan produk dan dibeli juga oleh konsumen,” tutur Endang.
“Yang kita butuhkan itu dukungan modal. Sempat mengajukan tapi belum pernah ditealisasikan. Padahal kita bukan mau minta, tapi minjam dana untuk dikembalikan setelah kerajinan terjual,” pungkasnya.
Miris, disaat warga mempunyai kemampuan dalam bidang kesenian hingga dapat menghasilkan karya dari olahan bambu dan memiliki harga jual tinggi, Pemerintahan Desa Babakan Peuteuy tidak memanfaatkan potensi.
Jangankan dukungan membuat wadah kelompok agar para pelaku kerajinan bisa diberdayakan untuk peningkatan ekonomi desa, perhatian terhadap pengrajin bambu pun dinilai masih kurang.
Sejak 1979 Endang mulai mengajak warga Desa Babakan Peuteuy menghasilkan karya seni kerajinan tangan dari bambu, sampai saat ini Pemerintahan Desa Babakan Peuteuy belum memberikan perhatian lebih prioritas.
Akibatnya, sejak pandemi Covid-19 pada 2020 lalu, seiring waktu para pelaku kerajinan bambu di Desa Babakan Peiteuy semakin berkurang. Mereka saat ini sangat terdampak, termasuk Endang selaku pencetus kerajinan bambu di Desa Babakan Peuteuy yang sudah tidak meproduksi karya untuk dijual sebab terkendala modal.