Jangan kemudian, lanjutnya, massa aksi dibubarkan dengan represi dan tanpa ada perubahan apa pun. Toh, mahasiswa berdiri tanpa mewakili entitas manapun, selain rakyat.
“Kami bergerak bersama rakyat, pelajar, buruh, petani, dan semua yang merasakan kesulitan dan tercekik akibat kebijakan pemerintah,” pungkasnya.
Pengemudi Ojol Luapkan Keresahan
Massa aksi tak hanya berasal dari kalangan mahasiswa. Unjuk rasa pun menjadi sarana bagi pengemudi ojek online (ojol) untuk ikut menyuarakan keresehan. Bahkan, Alif Nugraha, berkesempatan secara langsung memuntahkan hal itu di hadapan muka wakil rakyat.
“Soal kenaikan harga BBM, kami para ojol merasa sangat berat sekali apalagi kalau sampai Pertalite pun akhirnya ikut naik,” ujarnya kepada Wakil Ketua DPRD Provinsi Jabar, Achmad Ru’yat melalui pengeras suara.
“Harus bapak ketahui sekarang orderan itu susah, ditambah ongkos yang minim. Lalu (pemotongan) ongkos kami juga seenaknya oleh para aplikator. Banyak yang mulai masalah keluarga para ojol pun perpecahan, Pak, mungkin karena permasalahan ekonomi,” ungkap Alif.
Diketahui, kenaikan harga BBM jenis Pertamax berimbas pula terhadap ketersediaan BBM jenis Pertalite. Pelanggan yang biasa membeli Pertamax kini beralih ke Pertalite. Tak jarang, antrean panjang seringkali ditemui di sejumlah SPBU se-Kota Bandung berebut bahan bakar minyak jenis Pertalite.
Baginya, kondisi tersebut justru sangat mengkhawatirkan. Lantaran antrean panjang bakal merugikan pengemudi ojol yang selalu diburu kecepatan. Alif berharap adanya pengawasan dari pemangku jabatan. “Sekarang BBM naik, apakah pemerintah tidak melihat kami?” tanyanya.
Luapan-luapan itu menutup pertemuan antara rakyat dan wakilnya. Tak lama dari itu, massa aksi mulai membubarkan diri. Pulang. Pulang membawa harapan yang sewaktu-waktu dapat kembali pecah lantas berbalik mengancam ‘rumah’ para wakilnya. Semua tergantung keputusan pada tiga hari ke depan. Bagaimana nanti hasilnya? (zar)