Oxfam International: Pandemi & Perang Dapat Memicu Kemelaratan Ekstrem

“Prospek menakutkan ini menjadi lebih memuakkan dengan fakta bahwa triliunan dolar telah diraih oleh sekelompok kecil orang kuat yang tidak tertarik untuk menekan lintasan kemiskinan,” ia menambahkan.

Sekitar 3,3 miliar orang—”mendekati separuh umat manusia”—diperkirakan hidup di bawah garis kemiskinan $5,50 per hari pada tahun 2022, menurut Oxfam. Laporan itu menambahkan:

“Sementara itu, kekayaan miliarder mengalami peningkatan terbesar sepanjang sejarah.

Perusahaan-perusahaan besar tampaknya mengeksploitasi atmosfer inflasi untuk meningkatkan keuntungan dengan mengorbankan konsumen: melonjaknya harga energi dan margin telah mendorong keuntungan perusahaan minyak ke tingkat rekor tinggi, sementara investor mengharapkan perusahaan pertanian menjadi lebih menguntungkan dengan cepat karena harga pangan melonjak.

Selain itu, negara-negara berpenghasilan rendah—cadangan devisa mereka sebagian besar terkuras guna menangani Covid-19 dan pembayaran utang—bergantung pada segelintir negara pengekspor biji-bijian.

Kerapuhan dan ketidaksetaraan sistem pangan dan energi global sedang terungkap secara mendalam,” tulis laporan tersebut.

Akibatnya, orang-orang kecil dan miskin mesti berjuang untuk mengatasi biaya hidup yang tajam. Mereka tercekik oleh pilihan antara bisa makan atau bisa membayar tagihan rumah sakit.

Dengan demikian, kemiskinan ekstrem dan kelaparan massal dan kurangnya asupan gizi menghantui jutaan orang, berdasarkan catatan Oxfam International.

Bahkan Oxfam International mencatat bahwa negara-negara ketiga mengalami situasi-kondisi yang lebih mengerikan.

Salah satunya, jika perkiraan Oxfam International itu benar terjadi, maka itu akan memperparah, misalnya, situasi-kondisi negara-negara yang berada dalam realita peperangan di mana kekeringan tak terelakkan.

Selain itu, tekanan finansial yang dialami Afghanistan di mana cadangan keuangan dalam bank pusatnya telah disita oleh Washington di bawah restu Presiden Joe Biden.

Selain itu, faktanya, puluhan juta orang sedang menghadapi krisis kelaparan yang begitu tajam seperti yang terjadi di Mesir, Lebanon, Libya, Sudan, Suriah, wilayah Palestina yang telah diduduki Israel, dan di beberapa bagian  Afrika Timur.

“Si miskinlah yang sangat terpukul di tengah krisis semua ini,” kata Oxfam International.

Bayangkan saja, ketidaksetaraan ekonomi yang ada di negara-negara maju, Amerika Serikat dalam hal ini, saja sebesar 20 persen di mana masyarakatnya membelanjakan sebagian besar penghasilannya untuk makanan, lalu bagaimana dengan mereka yang berada di jurang kemiskinan negara ketiga?

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan