Jabarekspres.com – Wacana penundaan pemilu dan masa jabatan 3 periode yang secara terus menerus digaungkan politisi-politisi senayan dan istana, merupakan tanda bahaya bagi Indonesia yang terbentuk sebagai negara hukum.
Hal tersebut disampaikan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Indonesia dalam Konferensi Pers Bersama 17 LBH Kantor dan YLBHI yang berlangsung secara daring, beberapa waktu lalu.
Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana mengatakan bahwa wacana penundaan pemilu merupakan tanda yang mencolok. Perihal betapa praktik negara hukum dan demokrasi negeri ini yang telah dirusak.
“Penundaan pemilu kami lihat sebagai satu tanda bahaya bagi mundurnya demokrasi dan negara hukum Indonesia,” ungkap wakil dari LBH Regional Jakarta-Bandung tersebut.
“Ini adalah tanda mencolok. Rusaknya praktik negara hukum dan demokrasi yang dilakukan oleh elit-elit politik, yang hari ini menjadi pejabat-pejabat publik,” sambungnya.
Arif membeberkan pada intinya hal yang dilakukan para elit tersebut merupakan sesuatu yang jauh dari prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi dari sebuah negara hukum.
Arif pun balik bertanya, apakah isu wacana penundaan pemilu itu tidak boleh disuarakan?
Menurutnya, wacana demikian bakal menjadi lumrah apabila muncul dari keinginan rakyat. Lain cerita kalau yang menyuarakan isu tersebut ialah penguasa. Itu bukanlah hal wajar.
“Kami pikir kalau yang mengutarakan adalah rakyat kecil yang kesulitan minyak goreng, bahan bakar, bahan baku, kesulitan bahan baku dapur mereka dan kebutuhhan bahan pokok mereka. Itu wajar,” imbuhnya.
“Tetapi kalau kemudian yang bersuara para menteri, ketua partai politik, kepala desa, yang itu digerakkan dugaannya. Ini menjadi tanda tanya besar untuk kita semua. Ketika elit yang bicara, ini jelas jadi pertanyaan yang harus kemudian kita cari jawabannya,” pungkasnya. (zar)