BANDUNG – Trotoar yang melintang di sepanjang Jalan Pajajaran, Kota Bandung masih jauh dari kata layak; bergelombang dan berlubang di beberapa titik. Di samping itu, sejumlah material trotoar jalan yang sudah hancur terlihat di sisi area tersebut.
Guiding block alias blok pemandu jalan yang disediakan bagi penyandang disabilitas pun mengalami kondisi yang serupa. Tak menentu bentuknya. Beberapa rusak lantaran kondisi tegel yang kelewat usang.
Lantas, para pengguna trotoar diharap mesti waspada. Bagi mereka yang tidak jeli memilih pijakan, tersungkur dengan wajah menghantam tanah, bukanlah suatu hal yang mengejutkan.
Pantauan Jabar Ekspres, ironisnya, kerusakan ini juga tampak di sepanjang trotoar yang berada di depan gerbang masuk Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung.
Bersamaan dengan itu, saat berada di trotoar Jalan Pajajaran, wartawan Jabar Ekspres sempat berbincang dengan seorang penyandang disabilitas tunanetra, Imannuel Sitorus, 24.
Imannuel yang ditemui tengah berjualan itu mengaku, lantaran banyak kerusakan serta permukaan yang tidak rata, dirinya lebih memilih berjalan di bahu jalan ketimbang di atas trotoar.
“Jelek. Banyak lubang-lubangnya. Bagi kami (penyandang disabilitas, red) membahayakan. Sudah selama bertahun-tahun menetap di Bandung, jalan (Pajajaran) ini masih sama, rusak,” ujarnya kepada Jabar Ekspres di sekitar bahu Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Sabtu (9/4).
Ia menambahkan, kerusakan seperti itu tak hanya ditemuinya di Jalan Pajajaran. Namun, sepanjang pengalamannya menjajaki sejumlah trotoar di jalanan Kota Kembang, ia menilai, fasilitas trotoar jalan masih belum ramah terhadap para penyandang disabilitas.
“Di daerah lain juga jelek. Kan, kadang saya (jualan) ke Sukajadi, Ciroyom, Tamansari, dan paling jauh, berjualan sampai ke daerah Cikadut. Rata-rata akses (trotoar) jalannya masih jelek. Apalagi buat disabilitas,” sambungnya.
Gara-gara ‘kengerian’ itu, kata Immanuel, para penyandang disabilitas tunanetra, memilih seperti dirinya, yakni enggan menggunakan trotoar. Mereka pilih berjalan di bahu jalan meskipun tak kalah mengerikan.
“(Jadi) kami (tunanetra) selama ini enggak pernah pakai. Kami lebih pilih berjalan di pinggir jalan (di bawah trotoar),” ungkap Imannuel yang kesehariannya ini berkeliling jalan kaki menjajakan kerupuk ikan.