Jangan sampai BPOM bisa dimanfaatkan pihak tertentu dan oknum lainnya yang bersekongkol berusaha mengambil keuntungan besar dengan cara membonceng penerbitan aturan BPOM,” ujarnya.
Abraham melihat sangat berbahaya kalau di balik penerbitan beleid BPOM ada transaksi uang dalam jumlah besar sebagai ‘imbal jasa’.
Untuk memunculnya suatu peraturan baru, harusnya didasarkan hasil penelitian yang sahih dan urgensinya pun dipertanyakan secara akademis.
“Jika BPOM selalu mengkampanyekan konsumen untuk membaca label pangan, sudah seharusnya BPOM pun teliti membaca motif pihak-pihak yang mendesak penerbitan aturan label pangan sebelum menerbitkan aturan tersebut,” ucapnya.
Komisioner Komisi Persaingan Uasaha (KPPU), Chandra Setiawan, juga melihat polemik isu BPA ini berpotensi mengandung diskriminasi.
Menurutnya, 99,9% industri ini menggunakan galon yang digunakan atau diisi ulang, dan hanya satu yang produknya menggunakan galon sekali pakai jenis PET. (red).