Adapun untuk saat ini, jumlah santri yang mondok terdapat sebanyak 25 orang. Lalu untuk para pengajar pun dari kurang lebih sekira 14, mayoritas penyandang tunanetra.
Sementara itu, lanjutnya, Pesantren Tunanetra Sam’an Darushudur pun mengampu satu kelas lainnya, yakni mubalighin. Berbeda dengan takhasus, santri dalam kelas ini memiliki fokus lain.
“Mereka setor cuma 3 kali. Jadi yang mereka hafalkan pun hanya juz 30 dengan surat-surat pilihan. Kemudian mereka diajari juga pelajaran lain, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, dan Fiqh,” ujarnya.
Adapun terkait jumlah dari pengajar Al-Qur’an Braille, kata Samsul, jumlahnya berbanding lurus dengan banyaknya Al-Qur’an Braille yang dicetak.
“Mereka biasanya menyediakan fisik Al-Quran, tapi untuk traineer (pengajar) braille, kan, nggak ada. (Sayang) apabila pengajarnya tak ada, padahal Al-Quran braille banyak dicetak,” pungkasnya. (zar)