Buntut dari peristiwa tersebut, aparat dan angkatan bersenjata Israel langsung menaikan level siaga ke level darurat sejak bulan Mei tahun lalu.
Pada hari Rabu kemarin, pemerintah Israel lewat Perdana Menteri Naftali Bennet menyerukan agar warga Israel yang memiliki senjata untuk mempersenjatai diri di ruang-ruang publik usai kekacauan.
Serangan ‘pembalasan’
Sekretaris pergerakan Fatah Atta Abu Rumaila mengatakan bahwa serangan yang terjadi pada hari Rabu di Jenin merupakan aksi “pembalasan” atas penembakan yang terjadi di Bnei Brak Tel Aviv pada hari Selasa. Adapun serangan tersebut menewaskan seorang warga Palestina dari Kota Yabad, dekat Jenin, yang telah membunuh lima orang penduduk Israel.
“Pendudukan ingin meningkatkan moral masyarakatnya dengan lebih banyak pembunuhan dan kejahatan terhadap kami,” kata Abu Rumaila.
Dia menambahkan bahwa tentara Israel mengirim pasukan besar ke kamp Jenin tetapi pergi tanpa menangkap siapa pun.
Dua orang yang ditangkap diidentifikasi sebagai Barakat Shreim dan Kamal Lahluh, ayah dari Baraa Lahluh, seorang buronan tentara Israel.
Di dekat Yabad, tempat tinggal Diya Hamarshah, yang melakukan penembakan Bnei Brak, pasukan Israel menyerbu dan menggeledah rumah kerabatnya selama dua hari berturut-turut.
Barang-barang rumah dirusak dan anggota keluarga menjadi sasaran interogasi. Gambar bendera Diya dan Palestina dirobek. Tentara juga menangkap Islam Ba’jawi, salah satu teman Hamarsyah.
Suasana dan kekerasan yang meningkat di Israel dan Palestina terjadi tepat menjelang bulan suci Ramadhan.
Pihak berwenang Israel sebelumnya mengatakan mereka akan mengizinkan pemukim yang dilindungi polisi untuk memasuki Masjid al-Aqsa secara massal selama liburan Paskah, yang akan jatuh selama Ramadhan.
Serangan Israel di masjid dilihat oleh orang Palestina sebagai sangat provokatif, terutama selama Ramadhan ketika al-Aqsa penuh dengan jamaah. Banyak yang memperingatkan bahwa serangan semacam itu akan meningkatkan ketegangan.