Pemerintah Harus Hentikan Izin Ekspor CPO

Setia Mulyawan, Pengamat Ekonomi UIN Sunan Gunung Djati Bandung mengatakan pemerintah harus tegas melarang izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit. (Istimewa)
Setia Mulyawan, Pengamat Ekonomi UIN Sunan Gunung Djati Bandung mengatakan pemerintah harus tegas melarang izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit. (Istimewa)
0 Komentar

“Jadi komoditi komoditi yang diperlukan oleh keseharian oleh hajat hidup orang banyak itu seyogyanya jangan 100 persen dilepas ke pasar, pemerintah harus mengambil porsi dalam proses pengadaannya, sehingg pada saat pasar bergejolak, pemerintah punya power untuk menjadi supplier,” terangnya.

“Sekarang pemerintah nggak punya power untuk jadi supplier, harga ingin diturunkan tapi swasta tidak mau juga menurunkan harga, akhirnya beberapa produsen minyak goreng yang sangat menyita perhatian kita beberapa waktu yang lalu terpaksa harus tampil, kalau dijual dengan harga yang murah dipaksa oleh pemerintahan, bisnis tidak bisa dengan mekanisme seperti itu,” paparnya.

Menurutnya, pemerintah saatnya harus berpikir bahwa harus ada dari komoditi yang terkait dengan kepentingan rakyat banyak yang dikuasai oleh negara, jadi jangan 100 persen dilepas ke pasar bebas, sehingga harga ditentukan oleh kekuatan supply, karena tidak semua masyarakat itu siap menghadapi perubahan tersebut.

Baca Juga:Penyebab Jatuhnya Pesawat China Eastern Airlines Segera Terungkap, Dua Kotak Hitam Telah DitemukanPengurus Depicab SOKSI Kabupaten Bandung Resmi Dilantik

“Misalkan minyak goreng, apabila ada BUMN yang memproduksi minyak goreng, sehingga pada saat terjadi gejolak harga, maka kapasitas produksinya bisa di naik turunkan sesuai dengan kebutuhan di pasar,” jelasnya.

Dia menuturkan apabila dilepas seluruhnya ke swasta, begitu harga ditentukan oleh jumlah pengusawah swasta, maka pemerintah tidak punya power untuk mengendalikan.

Sehingga, kata Setia, seluruhnya ditetapkan oleh mekanisme pasar, ketika harganya diminta rendah maka pihak swasta akan meminta subsidi atau selisih harga.

“Kalau terlalu lama, terlalu banyak konsumsi minyak goreng per kapita kita itu sensus ekonomi 2019 itu 0,98, hampir 1 liter perorang per tahun, maka kalau 271 juta penduduk maka berapa besaran yang harus ditanggung, tinggal dibagi saja 12 bulan, maka berapa perbulan yang harus dikeluarkan,” kata Setia.

Oleh karena itu, harus ada untuk komoditi-komoditi yang terkait dengan kepentingan khalayak banyak harus ada penyangga.

“Nah penyangganya, yaitu badan usaha yang kendalinya berada di bawah kendali pemerintah. Nah Kemarin sempat ada indikasi ada kartel dan mafia, karena Mendag kemarin pun mengatakan seperti itu, namun biarlah otoritas yang mengatakan bahwa indikasi ke arah itu, kita tunggu prosesnya dan liat perkembangannya,” ungkapnya.

0 Komentar