HULU SUNGAI TENGAH – Lima bulan sudah sekolah SDN 1 dan 2 Sungai Buluh di Kecamatan Labuan Amas Utara Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel) terendam banjir. Bahkan akses menuju sekolah tersebut juga tergenang air, akibatnya para siswa SD tersbeut harus berjuang untuk dapat sampai ke sekolah mereka, salah satunya dengan menggunakan baskom plastik untuk menyebrangi rawa yang sudha seperti lautan.
Selain itu, sesampainya di sekolah, para muridnya pun terpaksa harus belajar dengan kondisi kelas yang tergenang air. Meski begitu, para pelajar di sekolah tersebut tetap bersemangat datang untuk menimba ilmu.
Dari keterangan warga, akses dari perkampungan menuju ke sekolah membutuhkan waktu sekitar 15 menit dari pelabuhan dengan menggunakan kelotok alias perahu.
Namun terkadang murid-murid pergi ke sekolah dengan menggunakan baskom plastik, karena kelotok orang tua mereka dipakai untuk mencari ikan.
Keputusan pembelajaran tatap muka dilakukan karena saat ini anak-anak sedang melakukan Penilaan Tes Semester (PTS), meski dengan kondisi yang memprihatinkan sehingga proses belajar mengajar tidak maksimal. Namun para guru tidak ingin menunda lagi pembelajaran tatap muka (PTM) karena dikawatirkan para siswa kehilangan momentum belajar.
“Kalau menunggu kering terlalu lama. Pelan-pelan kami mulai belajar mengajar,” kata Guru SDN 1 Sungai Buluh, Arifin seperti yang dikutip dari Prokal, Sabtu (26/3).
Beberapa murid yang tengah melaksanakan PTS terpaksa menyingsingkan celana. Mereka juga tidak menggunakan sepatu.
Pemandangan ini sangat memilukan. Namun perjuangan siswa dalam mengenyam pendidikan patut diapresiasi.
“Hari ini semua kelas melaksanakan PTS. Jumlah siswa di sini ada 164 orang,” lanjutnya.
Arifin mengatakan, tahun ini sekolah terendam banjir paling lama. Air merendam kelas dan pelataran sejak bulan November 2021.
Sejak Arifin tinggal di Sungai Buluh, baru kali ini sekolah terendam banjir hampir lima bulan. “Bangunan sekolah juga masih bagus. Apa yang salah?” tanya Arifin, kebingungan.
Selama proses mengajar, Arifin juga mengalami kendala. Ia dan murid susah bergerak karena lantai licin, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Jadi mengurangi keaktifan siswa,” beber Arifin.