sendiri.
“Sehingga dalam bahasa Sunda menonton wayang itu ngeunteng atau ngaca diri. Posisi wayang sebagai produk kebudayaan bangsa kita, sekarang ini posisinya makin terdesak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal,” ungkapnya.
Ia menjabarkan faktor internal, antara lain, sulitnya memahami wayang bagi generasi mutakhir, sebagai akibat semakin ditinggalkannya bahasa daerah karena kecenderungan berbahasa asing dalam kehidupan sehari-hari.
Hal lain, sambungnya, adalah faktor eksternal yaitu masuknya nilai-nilai budaya dari luar yang kemudian lebih populer ketimbang wayang, seperti musik, tarian dan film.
Ono menyebut, ada pula, upaya mendelegitimasi wayang sebagai seni tuntunan hidup, penghilangan wayang dalam sejarah peradaban bangsa ini sama artinya dengan menghilangkan keluhuran peradaban bangsa warisan dari para leluhur bangsa.
“Upaya mengaburkan sejarah bahkan melenyapkan sejarah khususnya wayang adalah model penjajahan gaya baru, dengan cara menghilangkan dan memanipulasi kesadaran masyarakat. Pertanyaan yang sewajarnya muncul ialah, apakah wayang akan mampu bertahan menghadapi gempuran-gempuran dari dalam dan dari luar yang membanjir? Jawabannya tergantung kita. Apakah kita mau sejarah peradaban nusantara dengan produk wayangnya hilang dari bumi Indonesia atau tidak?,” cetus Ono.
Ono yakin, apa yang ia rasakan sama dan sejalan dengan seluruh masyarakat Jawa Barat yang tidak ingin warisan budaya adiluhung bangsa dalam kesenian wayang itu harus hilang atau dimiliki bangsa lain.
“Inilah warisan kita semua! Ini warisan yang harus kita jaga bersama.Demi generasi berikut agar mereka tau, faham dan bangga dengan sejarah bangsanya. Mereka harus bangga terhadap pagelaran wayang yang sarat akan pitutur dan nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan. Tradisi apa pun dengan nilai adiluhung seperti apa pun, akan memudar, manakala ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya. Tapi hari ini kita yakinkan dalam bathin kita, kita akan jaga dan mulyakan wayang dan seni tradisi nusantara yang mulai memudar,” tegasnya.
Lebih jauh Ono mengatakan, banyak orang membicarakan wayang dari segala aspeknya, mulai dari aspek seni rupa, seni drama, seni sastra, seni musik, seni tari, maupun dari aspek filosofisnya.