BANDUNG – Kebijakan terakhir pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng dan penyesuaian HET yang mulai berlaku (1/2) lalu berimbas pada kelangkaan minyak. Karenanya pemerintah memanggil belasan produsen minyak goreng untuk dilakukan pemeriksaan.
Padahal, bulan Oktober 2021 lalu, harga minyak goreng di Indonesia mulai naik, bahkan di Jawa Barat kenaikan harganya mencapai 50%.
Menanggapi hal tersebut, Kepala kantor Wilayah III Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Lina Rosmiati mengaku telah melalukan pengawasan.
Dalam penjalanan pengawasannya, menemukan indikasi kenaikan harga minyak goreng serempak yang dilakukan pelaku usaha. Sehingga membawa persoalan ini ke ranah penegakan hukum dengan dugaan kartel sejak (26/1) kemarin.
“Hingga saat ini 11 produsen minyak goreng telah memenuhi panggilan KPPU, dan 4 produsen minyak goreng meminta penjadwalan ulang terkait pemanggilan tersebut,” ucap Lina di Kota Bandung, Senin (21/2).
Tak hanya itu, ia pun menilai kebijakan pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng di Jawa Barat dengan HET minyak goreng curah Rp11.500/lt, HET minyak goreng kemasan sederhana Rp13.000/lt, dan HET minyak goreng pemium Rp14.000/lt belum efektif.
Hal itu berdasarkan dari hasil survey yang dilakukan KPPU Kanwil III di ritel modern dan pasar tradisional di Jawa Barat.
“Hasil survey di ritel modern harga sudah mengikuti HET. Namun stoknya sering kosong meskipun jumlah pembelian per konsumen dibatasi untuk menghindari panic buying,” katanya.
Lina menjelaskan, pasokan minyak goreng yang datang ke Jabar tidak menentu. Bahkan, lanjut dia, terdapat ritel modern yang tidak mendapatkan pasokan selama 2 minggu.
“Hasil survey di pasar tradisional agak sedikit berbeda, stok minyak goreng curah, kemasan sederhana, dan kemasan premium tersedia dengan jumlah yang sangat terbatas, namun harga di atas HET,” jelasnya.
“Minyak goreng curah saja dijual rata-rata Rp5.000/seperempat liter atau Rp20.000/lt. Harga ini mendekati harga minyak goreng kemasan sederhana dan premium,” imbuhnya.
Dalam melihat permasalahan di suatu industri, kata Lina, KPPU menggunakan pendekatan/ menganalisis struktur, perilaku dan kinerja dari industri.
“Apabila dilihat dari aspek struktur, struktur pasar/industri minyak goreng di Indonesia cenderung mengarah ke oligopoli (hanya sedikit pelaku usahanya),” katanya.