SURABAYA – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan, model padepokan pelaksana ritual serupa dengan Tunggal Jati Nusantara disadari atau tidak kini marak dan berjamur di tengah masyarakat.
Menurutnya, contoh yang paling mirip, seperti Padepokan Dimas Kanjeng di Kabupaten Probolinggo.
Maka dari itu, Khofifah mengimbau kepada kepala daerah agar menindaklanjuti dengan keberadaan badan pengawasan yang harus ada untuk menjadi acuan masyarakat terkait dengan legalitasnya.
“Jadi nanti legalitasnya ada di bawah naungan kelembagaan yang mana. Apakah dalam koordinasi Kesbangpol, Kesra, atau dalam koordinasi mana. Sehingga semua sudah terkonfirmasi bahwa ini adalah sebuah kelembagaan yang legal,” katanya.
Dia menegaskan langkah itu bukan berarti membatasi peran serta, partisipasi dan kebebasan berserikat. Hanya saja, legalitas berupa izin atau registrasi organisasi tersebut dibutuhkan supaya memiliki payung hukum.
Hal tersebut diungkapkannya saat memberikan bantuan secara langusng kepada keluarga korban, pada Senin (14/2). Bantuan tersebut diberikan senilai Rp 10 juta per keluarga.
Khofifah pun mengungkit soal ritual ketenangan diri yang dilakukan oleh padepokan Tunggal Jati Nusantara. Dimana ritualnya berujung maut di Pantai Payangan Jember dengan memakan 11 korban jiwa. Dia menilai itu sebagai fenomena patologi sosial.
“Fenomena patologi sosial itu terjadi di seluruh dunia. Sering kali, ketika masyarakat merasa tidak terpenuhi proses pencarian solusinya, mereka berharap kan ada cara instan untuk memenuhinya,” ujarnya.
“Jadi, jangan dianggap sepele masalah penyakit sosial itu. Namun, harus dicari solusi bersama sesuai dengan budaya, kearifan lokal, dan potensi yang ada di masing-masing daerah,” imbuhnya.
Dia berharap masalah yang terjadi di Pantai Payangan Jember tersebut menjadi cerminan untuk daerah lain. Dengan begitu, kesalahan yang sama tidak terjadi lagi. Pemerintah daerah setempat pun diharapkan bisa mencari jalan keluar dan solusi yang tepat. (jpnn/rit)