Oleh: Ade Priangani
Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia dikejutkan oleh pernyataan Ustaz Khalid Basalamah yang menyatakan wayang haram atau dalam Islam dilarang, dan lebih baik dimusnahkan. Sebuah statement ahistoris, dan memantik perbenturan antara agama dan budaya.
Keharmonisan antara agama dan budaya di Indonesia menjadi tergugat, sehingga wajar apabila masyarakat merespon ungkapan tersebut, karena bagaimanapun Islam dan Budaya telah terjalin harmonisasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, harmonisasi memiliki pengertian upaya mencari keselarasan. Di Indonesia, dalam prosesnya budaya telah ikut mewarnai agama Islam, bukan aqidahnya melainkan pada tampilan dan gebyarnya beragama.
Budaya sendiri, secara etimologis, berasal dari kata Budhayah, terdiri dari kata Budhi yaitu kesadaran, pengetahuan, akal dan rasa, serta Dayah/Daya yaitu perasaan, alat dan perbuatan. Dengan demikian budaya dapat diartikan sebagai alat/perbuatan dari akal budi.
Sedangkan agama (Islam) secara makna general adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran dan perasaan, keterikatan maupun perilaku.
Kalau definisi nilai merupakan suatu keyakinan atau identitas secara umum, maka penjabarannya dalam bentuk formula, peraturan atau ketentuan pelakasanaannya disebut dengan norma. Dengan kata lain, norma merupakan penjabaran dari nilai sesuai dengan sifat dan tata nilai ajaran agama Islam.
Salah satu wujud harmonisasi Islam dengan Budaya adalah tilawah Al-Quran, dimana tilawah adalah membaca Al-Qur’an dengan menyanyikan tanpa mengabaikan aturan-aturan dalam membaca huruf-hurufnya, sehingga Al-Qur’an berhasil mengetuk kalbu, meresap sampai ke hati, dibanding dibacakan dengan gaya arab yang cenderung monoton. Tilawah tidak melanggar tata nilai dalam membaca Al-Qur’an.
Begitu pula wayang Indonesia, yang sebelumnya dipergunakan sebagai media dakwah oleh para wali Allah untuk syiar Islam. Tokoh-tokoh pewayangan dan konten yang diusung oleh wayang diberi muatan dakwah, bahkan tampilan wayang mensimbolkan kehidupan manusia dialam dunia, yang perannya sudah disekenario oleh Allah SWT, dengan istilah manusa hirup dialam dunya teh darma wawayangan, nu usik malikna di igelkeun ku dalang. Sebuah makna yang dalam, yang menggambarkan bahwa manusia sebagai abdi Allah, yang semuanya telah diatur oleh ketentuan Allah.