Medan Prijaji Hari Ini: Menilik Bekas Markas Surat Kabar Pertama Berbahasa Melayu di Indonesia

Mulanya adalah Dia, tokoh berjuluk Bapak Pers Nasional yang kemudian hari dianugerahi sebagai sosok pahlawan Indonesia, RM Tirto Adhi Soerjo, mendirikan sebuah markas surat kabar bahasa Melayu pertama di Indonesia yang bernama Medan Prijaji. Lalu, sisanya adalah sejarah.

Muhamad Nizar, Kota Bandung

Di Jalan Naripan, Kota Bandung, megah berdiri gedung bernama Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK). Gedung tua ini pernah menjadi markas diterbitkannya surat kabar Medan Prijaji. Namun, pers yang galak “menguliti” kebijakan Pemerintah Hindia Belanda itu mesti tutup pada 1921. Hanya bertahan selama lima tahun semenjak didirikan.

Walau begitu, surat kabar itu sempat menjadi ujung tombak perjuangan pers di Indonesia. Pasalnya, pada zaman, katakanlah: carut-marut macam itu! Tirto bersama rekan-rekannya membangun pers yang memiliki keberpihakan kepada rakyat. Kepentingan pribumi. Ujungnya adalah pada 10 November 2006, Tirto mendapatkan gelar pahlawan nasional atas perjuangannya.

Adapun hari ini, gedung Yayasan Pusat Kebudayaan yang sudah berada di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (Jabar) dan menjadi Pusat Pengembangan Kebudayaan (PPK) pada 2014 ini mengalami peralihan fungsi.

Tak lagi menyoal markas surat kabar, gedung tua yang dibangun pada tahun 1930 tersebut menjadi wadah untuk membina para calon seniman-seniman Sunda.

“Yang paling lama latihan di sini, adalah (kesenian) pencak silat. Dari (tahun) 1978,” ujar Pengelola YPK, Lenni Muliawati kepada wartawan Jabar Ekspres, Kamis (10/2) di Gedung YPK.

Selain itu, gedung YPK pun seringkali dipakai sebagai tempat menggelar pertunjukan seni budaya, pameran, acara seminar, dan acara-acara pertemuan sebagainya.

Fokus dalam pembinaan, lanjut Lenni, YPK membuka kesempatan kepada masyarakat umum untuk bergabung. “Siapapun yang ingin latihan (pembinaan), mangga (silahkan),” katanya.

Selain pembinaan kesenian-kesenian sunda yang serba “klasik”, dia juga mengatakan bahwa bangunan tua ini juga tak kalah “klasik”. Arsitektur bangunan tua ini tetap dipertahankan, minim perubahan. Ya, sejak tahun 1930.

Namun keberlangsungan berdirinya gedung YPK pun bukan berarti tak ada halang rintang yang menghadang.

Dimulai dari terhambatnya kegiatan akibat peristiwa G30S, sampai mulai dirintis kembali sejak tahun 1967, yaitu setelah suasana tenang pasca peristiwa mencekam itu.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan