JAKARTA – Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Waryono, meminta kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menjelaskan lebih lanjut terkait pernyataannya soal 198 pesantren yang terhubung dengan kelompok terorisme.
Sebab, menurutnya tidak semua pesantren memiliki izin dari Kemenag, jadi apakah betul terafiliasi atau tidak itu masih belum jelas.
“Kami perlu klarifikasi dulu dari mereka (BNPT), jangan-jangan ini asal menyebut pesantren, karena kalau menurut regulasi negara yang disebut pesantren kan harus memenuhi arkanul ma’had,” ujarnya, dikutip dari Jawapos.com Selasa (1/2).
Arkanul ma’had merupakan rukun pesantren, yakni harus adanya kyai yang menjadi figur teladan sekaligus pengasuh yang membimbing santri, santri mukim, pondok atau asrama, masjid atau musholla, serta kajian kitab kuning.
“Kami sudah coba tracking dari yang sudah disebutkan BNPT itu, tidak semua masuk kategori pesantren. Makanya perlu kesamaan (data) dulu,” katanya.
Diketahui, pesantren yang termasuk lembaga sosial ini dapat didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/atau masyarakat. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
“Kalau betul-betul pesantren ikuti regulasi negara, kami kan dalam UU menyebutkan bahwa kami menyiapkan izin operasional. Sekadar contoh, itu di Sulawesi yang jumlahnya sangat banyak itu juga tidak semua punya izin operasionalnya,” jelas Waryono.
“Jadi ini perlu clear, karena pesantren kan sama seperti lembaga sosial lain ya, tumbuh dari masyarakat, tapi dalam konteks regulasi negara kan, kita perlu (bertugas) menegakkan,” pungkasnya. (jawapos/ran)