JAKARTA – Baru baru ini, narasi Islamphobia sempat mencuat dan menjadikan isu yang sengaja disuarakan sebagai bentuk menyudutkan umat Islam.
Isu Islamphobia pertama kali mengemuka ketika Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. DR. Boy Rafli Amar pernah menyatakan, sebanyak 198 Pondok Pesantren di Indonesia terindikasi terafiliasi dengan jaringan terorisme.
Hal itu diucapkan Boy ketika menggelar acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI pada Selasa (25/1) lalu.
Adanya stement Ketua BNPT tersebut muncul narasi bahwa apa yang dilakukan BNPT dituding sebagai Islamphobia.
Menjawab tuduhan tersebut Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengatakan, perlu adanya penjelasan agar masyarakat tidak terbawa narasi yang selalu memframing itu.
‘’Jadi BNPT menjalankan berbagai kebijakan untuk meningkatkan deteksi dini dan kewaspadaan dalam pengertian yang negatif,” ujar Nurwakhid di Jakarta, Sabtu (29/1).
Menurutnya, data yang disampaikan Kepala BNPT, merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja sebuah institusi.
‘’Itu kan didengarkan di depan anggota dewan dan BNPT mempunyai tugas pencegahan radikal terorisme,” sambung Nurwakhid.
Data tersebut merupakan hasil kerja pemetaan dan monitoring dalam rangka pencegahan radikal terorisme. Terlebih memberikan warning untuk meningkatkan kewaspadaan.
Nurwakhid memaparkan, sebagai lembaga koordinator, BNPT telah menerapkan kebijakan dan strategi “Pentahelix” atau multi untuk merangkul dan melibatkan lima elemen bangsa.
‘Pemerintah, Komunitas atau organisasi, akademisi, dunia usaha dan media semuanya dilibatkan,’’ujarnya,
Adanya pendekatan itu, kebijakan pencegahan dilakukan dengan prinsip simpatik, silaturahmi, komunikatif dan partisipatif dengan seluruh elemen bangsa.
Selain itu, landasan kerja BNPT dilandasi memiliki nilai dasar seperti yabg disebutkan dalam akronim dari BNPT yaitu, Berintegritas, Nasionalisme, Profesionalisme dan Terpuji.
Untuk itu, sangat tidak benar dengan narasi tuduhan terhadap BNPT yang seolah mengeneralisir dan menstigma negatif terhadap pondok pesantren yang ada di Indonesia.
‘’ Apalagi narasi tersebut menuduh bagian dari bentuk Islamofobia,” tukas mantan Kabag Banops Densus 88 itu. (red).