JAKARTA – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto memberi penjelasan perihal isu yang muncul bahwa partai berlambang banteng itu mengajukan nama Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal sebagai BTP atau Ahok, sebagai Calon Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara (IKN). Menurut Hasto, PDIP menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hasto menjelaskan, ihwal beredarnya nama Ahok itu, karena awak media bertanya spesifik mengenai sikap PDIP jika Ahok menjadi calon Kepala Otorita. Sebab Presiden Jokowi menyebut ingin menunjuk sosok dengan latar belakang arsitek dan pernah menjadi kepala daerah.
Sementara itu nama lain juga muncul seperti Menteri Sosial (Mensos) yang juga mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, mantan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, hingga Wali Kota Semarang Hendrarprihadi. Semuanya adalah kader PDIP yang dianggap sangat berprestasi sebagai kepala daerah.
“Tetapi keputusan berada di tangan Pak Jokowi. Yang jelas PDI Perjuangan memiliki kader-kader yang mumpuni, yang memiliki kemampuan teknokratik, kepemimpinan yang kuat, kepemimpinan yang memahami desain suatu tata letak kota yang betul-betul memperhatikan kebahagian warganya, itulah yang dimiliki oleh bu Risma, Pak Ahok, Pak Anas, Pak Hendi wali kota Semarang,” ujar Hasto di sela-sela penanaman pohon di Danau Kampung Bintaro, Jakarta Selatan, Sabtu (29/1),
Aslinya, lanjut Hasto, PDIP memiliki banyak kepala daerah yang berhasil di luar keempat nama yang ia sebutkan tadi.
Itu bisa terjadi karena PDIP memang mengembangkan sekolah partai untuk anggota yang menjadi struktur partai, yang menjadi calon anggota legislatif, dan yang menjadi calon kepala daerah.
“Tetapi sekali lagi, sepenuhnya kami serahkan keputusannya kepada Pak Jokowi,” katanya.
Pria asal Yogyakarta itu lalu menekankan bahwa bagi PDIP, yang terpenting adalah ibu kota negara adalah penjabaran koridor strategis yang dulu dirancang oleh Bung Karno dengan menjadikan Kalimantan dalam pandangan geopolitik Indonesia untuk menjadi pemimpin di dunia.
Dan bagi Jokowi, lanjut Hasto, ibu kota negara baru ini merubah paradigma pembangunan Indonesia sentris, yang sebelumnya hanya difokuskan pada Indonesia bagian Barat. Akibatnya berbagai keluhan terkait aspek ketimpangan pun muncul. Hingga ada ketidakpuasan dengan isu ketidakadilan.