BANDUNG – Kurikulum Prototipe adalah upaya pemerintah dalam menciptakan perubahan dalam pengembangan karakter dan pola pikir siswa. Nadiem Makarim mengungkapkan hal ini ketika sedang berkunjung ke Kota Bandung.
Kedatangan dirinya ke Kota Kembang yaitu diantaranya mengunjungi salah satu Sekolah Penggerak. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) itu menyebutkan bahwa kurikulum tersebut mampu mendorong pembelajaran.
Yakni, pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
“Dengan kurikulum ini, kita ingin menciptakan perubahan pada anak yang memiliki kemampuan berkolaborasi, kemampuan berpikir kritis, belajar berdebat, dan membuat inisiatif-inisiatif sesuai dengan kebutuhannya,” terang dia, Selasa (18/1) dilansir dari Jawa Pos.
Di sisi lain, Kurikulum Prototipe memberi fleksibilitas dan ruang besar bagi kearifan lokal, sehingga setiap satuan pendidikan dapat menunjukkan karakter dan keunikannya masing-masing. “Ini adalah kesempatan bagi bapak ibu guru untuk melakukan perubahan, jadi mohon untuk tidak disia-siakan,” ujar dia.
Senada dengan itu, Kepala SMPN 2 Kota Bandung, Erni Kusniati menuturkan bahwa sekolahnya telah menerapkan kurikulum prototipe untuk siswa didik kelas VII.
“Kurikulum prototipe ini memberikan kemerdekaan kepada sekolah untuk menerapkan sistem pembelajaran sesuai dengan kebutuhan sekolah. Tujuan pembelajarannya diserahkan ke sekolah,” urainya.
Melalui kurikulum ini, sekolahnya mengedepankan project-based learning agar bakat dan kompetensi siswanya dapat dikembangkan.
“Kurikukum ini kami mengedepankan proyek. Anak-anak sangat antusias menyambutnya. Bahkan siswa kelas 8 dan kelas 9 yang masih menerapkan kurikulum 2013 walaupun disederhanakan mereka ingin pembelajarannya berbasis projek karena menyenangkan,” ujarnya.
Melalui kurikulum ini juga, para siswa menjadi memiliki tantangan untuk mengembangkan karakternya hingga terbentuk profil Pelajar Pancasila. “Anak-anak mengaku menjadi lebih bertanggung jawab dan memiliki banyak teman, karena mereka berkolaborasi. Itu karakater yang tumbuh pada anak,” tuturnya.
Menurutnya, dengan menjadi sekolah penggerak, banyak tantangan yang harus dikembangkan terutama dalam hal digitalisasi sekolah. “Para guru mau tidak mau harus sudah melek IT (Ilmu Teknologi),” ucapnya.
“Sekarang teaching at the right level (mengajar sesuai kebutuhan siswa). Jadi sekolah sudah harus mengases siswanya, mengetahui gaya belajar, hobi, dan sebagainya,” tandas Erni.