Pakar Hukum Debatkan Perhitungan Kerugian Korupsi ASABRI

Dian mengungkapkan, seharusnya perhitungan kerugian negara sesuai aturan perundang-undangan. Terlebih, dasar hukum kerugian negara harus nyata dan pasti.

“Kalau tidak mengikuti peraturan, buat apa adanya penegakan hukum karena penegakan hukum konsepnya harus berdasarkan hukum, dasar hukum perhitungan kerugian negara harus nyata dan pasti. Jadi, tidak bisa kemudian saya mengestimasikan, mengasumsikan sehingga Hakim Mulyono mengatakan itu masih potensi,” ujar Dian.

Sebelumnya, Hakim Anggota Mulyono Dwi Purwanto dissenting opinion dalam putusan kasus dugaan korupsi PT ASABRI. Dia menilai kerugian negara Rp 22,78 triliun dalam kasus ASABRI tidak tepat. Mulyono menyatakan, tidak dapat meyakinkan kebenarannya terkait perhitungan kerugian negara tersebut. Karena ketidak-konsistenan dan ketidaktepatan perhitungan kerugian negaranya.

“Berdasarkan BPK kerugian negara Rp 22,788 triliun yang berasal jumlah saldo yang dibeli/diinvestisikan pada efek setelah dikurangi penjualan/redemption saldo 31 desember 2019 sebelum laporan audit selesai 31 maret 2021 sehingga metode yang dipakai adalah total loss yaitu diakui penerimaan dana sebelum audit selesai, atau tanggal yang ditetapkan, bukan saat dana dikeluarkan atau pembelian surat berharga,” ucap Mulyono saat membacakan pertimbangannya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Mulyono tidak setuju dengan perhitungan auditor BPK serta keterangan ahli di ruang sidang. Dia meyakini, metode perhitungan jumlah kerugian negara menunjukkan ketidakkonsistenan dan dinilai tidak tepat.

Audit BPK, lanjut Mulyono, didasarkan pada pembelian dana investasi yang dilakukan secara tidak sesuai prosedur oleh ASABRI. Namun memperhitungkan pengembalian efek yang diterima dari reksadana yang dibeli secara tidak sah. “Yang mana saldo efek masih ada di bawah PT ASABRI, tidak dalam sengketa kepemilikan, tidak di-suspend oleh pihak berwenang, dan masih terdaftar di bursa efek,” kata Mulyono

Selama ini, Mulyono berpendapat bahwa metode audit yang digunakan untuk menghitung kerugian keuangan negara di perkara ASABRI adalah total loss. Padahal menurut standar akuntansi di tanggal tertentu, posisi laba atau rugi bersifat unrealized karena belum terjadi riil terjual berdasarkan harga perolehan.

Oleh karena itu, Mulyono menilai perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan BPK tidak memiliki dasar jelas dan tidak memenuhi kerugian negara yang nyata dan pasti.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan