“It’s my dream. Not her!”
JAKARTA – Ungkapan yang dilontarkan Kinan (diperankan Putri Marino) saat beristegang dengan suaminya, Aris (Reza Rahadian) dalam serial “Layangan Putus” ini viral, Senin (27/12). Banyak yang berkomentar mengenai sosok Aris dan Kinan di serial yang mulai tayang sejak 26 November 2021 itu.
Dalam adegan tersebut, Kinan membongkar semua kebohongan Aris dengan membeberkan data-data yang ia peroleh. Dia terkejut dan emosional mengetahui suaminya tak pernah mengungkapkan data-data perbankan, termasuk pembelian properti atas nama orang lain. Aris tampak tak dapat membantah kata-kata Kinan.
Saya tidak akan membahas lebih lanjut tentang jalannya cerita serial yang diproduksi oleh MD Entertainment dan berklasifikasi tontonan 17+ ini. Adegan tersebut sangat menggelitik batin saya, terutama jika dikaitkan dengan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), khususnya kluster Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Kebijakan pajak yang akan segera berlaku mulai 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022 ini juga lagi hangat-hangatnya dibicarakan publik. Program tersebut merupakan bentuk upaya pemerintah untuk mendorong kepatuhan Wajib Pajak dengan memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk mengungkapkan harta.
Program Pengungkapan Sukarela (PPS)
PPS diatur pada Pasal 5 UU HPP. PPS terdiri dari dua kebijakan, yaitu kebijakan pertama yang ditujukan untuk Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi yang telah mengikuti Tax Amnesty, serta kebijakan kedua yang ditujukan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi.
Bagi Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi yang mengikuti kebijakan pertama, pengungkapan harta dilakukan melalui Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH), membayar PPh Final, mengisi daftar rincian harta dan informasi kepemilikan harta yang dilaporkan, daftar utang, pernyataan mengalihkan harta ke Indonesia bagi yang bermaksud mengalihkan harta, dan pernyataan akan menginvestasikan ke sektor tertentu bagi yang bermaksud untuk melakukan investasi.
Sementara khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang ingin mengikuti kebijakan kedua harus memenuhi syarat tidak sedang dilakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan untuk Tahun Pajak 2016 – 2020, tidak sedang dilakukan penyidikan, berada dalam proses peradilan, atau menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan, memiliki NPWP, membayar PPh Final, telah menyampaikan SPT Tahun 2020, dan mencabut permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, pengurangan/penghapusan sanksi administrasi, pengurangan/pembatalan atas surat ketetapan atau STP yang tidak benar, keberatan, banding, gugatan, dan/atau peninjauan kembali.