SUMEDANG – Para buruh di Sumedang sempat gelar aksi unjuk rasa dengan tuntutan adanya kenaikan Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK) sebesar 10 persen.
Terkait hal tersebut, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Sumedang turut angkat suara.
Dewan Pengupahan Apindo Sumedang, Nonot Daryono mengatakan, pihaknya akan menempuh jalur hukum apabila Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak menggunakan formula perhitungan PP 36/2021 tentang Pengupahan dalam menetapkan Upah Minimum Kabupaten atau Kota tahun 2022.
“Jika Pak Gubernur (Jawa Barat) memiliki pandangan lain, kami (Apindo) tidak akan menerima,” kata Nonot di Cimanggung, Selasa (30/11).
“Tentunya akan menempuh jalur hukum. Menteri saja sudah menyampaikan seperti itu,” tambahnya.
Nonot mengaku, sampai sekarang ini Apindo melakukan regulasi yang berlaku mengenai mekanisme penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022.
“Hal tersebut sudah dievaluasi oleh pemerintah pusat untuk menjaga kondusifitas dan menetralkan secara nasional antara pelaku usaha dengan pihak pekerja,” pungkas Nonot.
Kendati demikian, Nonot menuturkan, apabila ada pihak lain yang mengajukan permohonan, maka Apindo tidak akan menghalangi alias tetap mempersilahkan.
“Untuk di Sumedang, kemarin Pak Bupati merekomendasikan kenaikan sebesar 3,27 persen dari tuntutan buruh sebesar 10 persen, ” imbuhnya.
Dalam pemaparannya, Nonot menerangkan, terkait tanggapan terhadap kabar yang menyebutkan bahwa buruh bakal melakukan mogok massal, pihaknya menyebut hal tersebut akan mempengaruhi produksi.
Karenanya, sampai saat ini Apindo masih menunggu keputusan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil dalam menentukan UMK di Jawa Barat.
“Kondisi saat ini untuk melaksanakan penambahan upah sangat membingungkan perusahaan. Di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini semua pihak harus sama-sama mengetahui dampaknya juga akan luas,” ujar Nonot
Menurutnya, jika dipaksakan maka dampak dari penambahan upah tersebut berujung dengan banyaknya pengangguran. (mg5)