JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan “six roll mill” atau mesin penggilingan tebu di Pabrik Gula (PG) Djatiroto PTPN XI Tahun 2015-2016 sekitar Rp15 miliar.
“Adapun dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan ini sejumlah sekitar Rp15 miliar dari nilai kontrak Rp79 miliar,” ucap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/11), yang disiarkan melalui kanal Youtube KPK.
KPK telah menetapkan Direktur Produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI 2015-2016 Budi Adi Prabowo (BAP) dan Arif Hendrawan (AH) selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM) sebagai tersangka kasus tersebut.
Dalam konstruksi perkara, Alex menjelaskan tersangka Budi selaku Direktur PTPN XI 2015-2016 yang telah mengenal baik tersangka Arif selaku Direktur PT Wahyu Daya Mandiri melakukan beberapa kali pertemuan pada 2015.
“Yang di antaranya menyepakati bahwa pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto adalah tersangka AH walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali,” ujar Alex.
Sebelum proses lelang dimulai, lanjut dia, tersangka Budi dengan beberapa staf PTPN XI dan tersangka Arif melakukan studi banding ke salah satu pabrik gula di Thailand.
“Dalam kunjungan tersebut, diduga dibiayai oleh tersangka AH disertai dengan adanya pemberian sejumlah uang kepada rombongan yang ikut, termasuk salah satunya tersangka BAP,” ungkap Alex.
Ia mengatakan setelah studi banding ke Thailand, tersangka Budi memerintahkan salah satu staf PTPN XI untuk menyiapkan dan memproses pelaksanaan pelelangan yang nantinya dimenangkan oleh PT Wahyu Daya Mandiri.
“Tersangka AH diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang,” kata dia.
Selain itu, kata dia, tersangka Arif aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai Rp78 miliar, termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot “six roll mill” di PG Djatiroto.
Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan tersangka Budi dan tersangka Arif, yaitu senilai Rp79 miliar.